JAKARTA –Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini menemukan mobil milik Harun Masiku yang telah terparkir selama dua tahun di Thamrin Residence, Jakarta. Penemuan ini memunculkan berbagai spekulasi mengenai keberadaan Harun Masiku dan kinerja KPK dalam menangani kasus suap yang melibatkan mantan calon legislatif (caleg) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.
Menurut informasi dari Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, di dalam mobil yang ditemukan terdapat dokumen terkait Harun Masiku. “Di mobil tersebut ditemukan dokumen terkait HM,” ujarnya dalam keterangan pers di Bogor, Jawa Barat, Kamis (13/9/2024). Penemuan ini menambah panjang daftar pertanyaan mengenai lamanya waktu pencarian dan proses hukum yang dijalani kasus ini.
Indonesia Corruption Watch (ICW) telah lama mengkritik lambatnya penanganan kasus Harun Masiku oleh KPK. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, menilai bahwa penangkapan Harun Masiku bukanlah soal kecerdikan dalam pelarian, melainkan indikasi ketidakseriusan KPK. “Lambat laun kami makin yakin bahwa problem pengusutan perkara Harun Masiku bukan karena ia lihai dalam melarikan diri, melainkan karena KPK yang sepertinya sengaja tidak ingin meringkusnya. Sebab, waktu pencarian yang mencapai 4 tahun lebih bagi kami terlalu lama,” ujar Kurnia dalam wawancara dengan wartawan pada Sabtu (14/9/2024).
Kurnia juga menyebut bahwa sejak awal pihaknya telah mendesak Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk melakukan audit menyeluruh terhadap jajaran deputi penindakan. Menurutnya, jajaran penindakan KPK terlihat lemah ketika berhadapan dengan kasus politisi. “Kami mendesak agar Pimpinan KPK bersama Dewan Pengawas mengaudit besar-besaran jajaran kedeputian penindakan. Ini penting agar masalah utama dalam proses hukum tersebut segera ditemukan dan bisa diselesaikan,” tambahnya.
Kurnia berpendapat bahwa dalam kasus Harun Masiku, seharusnya KPK tidak hanya berfokus pada pelaku langsung tetapi juga menyelidiki keterlibatan pihak-pihak lain yang mungkin mensponsori kasus suap tersebut. “Dalam konstruksi Pasal 55 KUHP, pelaku bukan hanya yang melakukan, tetapi juga termasuk yang turut serta melakukan atau yang menyuruh melakukan. Kami juga meminta KPK untuk menyelidiki pihak-pihak yang membantu Harun Masiku kabur,” tegasnya.
Sejak kasus ini mencuat, KPK menghadapi berbagai tantangan dalam proses penegakan hukum. Kurnia menilai bahwa ada dugaan keterlibatan pejabat teras partai politik yang diduga keras mensponsori suap Harun kepada Wahyu Setiawan, mantan Komisioner KPU. “Untuk perkara Harun, kami yakin, mantan caleg PDIP itu tidak sendiri dalam menyuap Wahyu Setiawan. Melainkan terdapat pejabat teras partai politik yang diduga keras mensponsori suap Harun kepada Wahyu,” jelas Kurnia.
Dengan penemuan mobil dan dokumen terkait, ICW berharap KPK akan segera mengambil langkah-langkah yang lebih tegas dalam menyelidiki kasus ini dan mencari keadilan. Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi integritas KPK tetapi juga untuk kepercayaan publik terhadap lembaga anti-korupsi tersebut.
KPK kini menghadapi tantangan besar untuk menunjukkan komitmennya dalam memberantas korupsi dengan serius dan transparan. Penanganan kasus Harun Masiku yang berlarut-larut menjadi refleksi penting bagi kinerja KPK dan keberlanjutan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
(N/014)