BITVONLINE.COM – Fenomena fundamentalisme Islam seringkali dikaitkan dengan gaya beragama yang kaku dan tertutup, yang mengabaikan konteks dari teks agama dan berpegang pada interpretasi literal yang dianggap mutlak benar. Kelompok-kelompok ini cenderung melihat pandangan berbeda sebagai kesalahan fatal, yang dalam beberapa kasus, membuka celah bagi tindakan radikal, termasuk aksi terorisme yang sering diklaim sebagai jihad.
Namun, jika ditelusuri lebih dalam, tindakan-tindakan tersebut sebenarnya bertentangan dengan ajaran Islam yang sesungguhnya, yang mengutamakan kedamaian dan toleransi. Sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mengutamakan perdamaian. Nabi Muhammad SAW hanya terlibat dalam peperangan untuk melindungi diri dan umatnya dari serangan musuh, bukan untuk menebar kekerasan.
Aksi terorisme yang mengatasnamakan jihad merupakan interpretasi keliru yang bertentangan dengan inti ajaran Islam. Jihad yang sesungguhnya, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, adalah menyampaikan kebenaran ajaran Tuhan melalui Al-Qur’an. Jihad ini bertujuan membawa manusia dari kesesatan menuju kebenaran dan tidak merugikan orang lain.
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam di seluruh dunia terus menjadi bukti keagungan dan kedamaian ajaran Nabi Muhammad. Kelompok fundamentalis sering menggunakan dalih agama untuk membenarkan tindakan yang sesungguhnya melanggar prinsip moral dan kemanusiaan. Istilah seperti “amar ma’ruf nahi munkar” sering kali disalahartikan untuk menyebarkan kebencian, baik melalui media sosial maupun di ruang publik.
Padahal, ujaran kebencian adalah perilaku tercela yang tidak pernah diajarkan dalam Islam. Islam mengajarkan umatnya untuk bertutur kata dengan baik, sopan, dan menghormati orang lain. Ujaran kebencian bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan lebih mendekati perbuatan setan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an.
Pertanyaan penting yang muncul adalah, apakah seseorang boleh mengatasnamakan agama untuk bertindak? Jawabannya sangat bergantung pada motivasi di balik tindakan tersebut. Jika tujuan tindakan itu adalah untuk kebaikan, seperti isolasi diri (uzlah) untuk mencegah penularan penyakit selama pandemi, maka itu dapat diterima.
Namun, jika agama digunakan untuk tujuan buruk, seperti terorisme atau manipulasi politik, itu adalah perbuatan tercela yang bertentangan dengan ajaran Islam. Masyarakat harus waspada terhadap individu atau kelompok yang menggunakan agama untuk kepentingan pribadi atau politik mereka. Penyalahgunaan agama dapat menyesatkan banyak orang dan menyebabkan kerusakan sosial.
Kesimpulan
Islam adalah agama yang mengutuk segala bentuk kekerasan dan manipulasi atas nama agama. Umat Islam diharapkan tetap kritis dan selektif dalam menerima ajakan yang membawa embel-embel agama, agar tidak terjebak dalam narasi yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang sejati. Menyalahgunakan agama untuk kepentingan pribadi atau politik hanya akan menciptakan perpecahan dan kekerasan.
(christie)