MATARAM– Agus, seorang pria disabilitas tanpa kedua tangan yang berasal dari Bali, kini tengah menghadapi tuduhan serius atas dugaan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi di Mataram, NTB. Kasus ini menarik perhatian publik, terutama setelah Agus menyampaikan klarifikasinya yang menunjukkan adanya ketidakcocokan antara keterbatasan fisiknya dan tuduhan yang dia hadapi.
Polda NTB telah menetapkan Agus sebagai tersangka dalam kasus pemerkosaan yang melibatkan seorang mahasiswi di kampus Mataram. Namun, Agus dengan tegas membantah tuduhan tersebut. Dalam wawancaranya, Agus mengungkapkan bahwa ia merasa sangat terkejut dan sedih ketika pertama kali mengetahui dirinya dituduh sebagai pelaku pemerkosaan.
“Sedih banget, kayak mati semuanya. Jadi tersangka, enggak bisa ke mana-mana,” ujar Agus dalam video yang viral di media sosial. Agus menegaskan bahwa, karena keterbatasannya, ia tidak mungkin melakukan pemerkosaan terhadap siapapun.
Agus mengungkapkan bahwa untuk aktivitas sehari-hari saja, ia sangat bergantung pada bantuan orang tuanya, yang membantunya dalam hal mandi, makan, hingga buang air kecil. Dengan kondisinya yang membutuhkan bantuan tersebut, ia merasa sangat tidak mungkin untuk melakukan kekerasan seksual.
Peristiwa ini bermula pada awal Oktober 2024, ketika Agus bertemu dengan seorang mahasiswi di kampus. Karena keterbatasan fisiknya yang membuatnya kesulitan berjalan, Agus meminta bantuan mahasiswi tersebut untuk mengantarkannya kembali ke kampus setelah makan siang. Kepercayaan Agus terhadap wanita tersebut justru membawa masalah.
Setelah mengantarkannya hingga Islamic Center, mahasiswi tersebut membawa Agus berkeliling sebelum akhirnya berhenti di sebuah penginapan. Agus merasa bingung, karena ia merasa telah diajak ke lokasi yang tidak dikenal. Di sanalah, menurut Agus, ia mulai merasakan ketidaknyamanan saat pakaiannya tiba-tiba dilucuti oleh mahasiswi tersebut.
“Saya tidak tahu apa yang terjadi, saya cuma diam saja karena tidak ingin terlihat aneh,” ungkap Agus. Ia kemudian menceritakan bahwa dirinya menjadi korban pelecehan oleh mahasiswi tersebut, meski kemudian tuduhan balik pemerkosaan ditujukan kepadanya.
Kasus ini memicu banyak komentar dari publik, termasuk dari anggota DPR RI Ahmad Sahroni, yang terkejut dengan tuduhan yang dihadapi Agus. Sahroni, melalui akun media sosialnya, mempertanyakan apakah seorang disabilitas seperti Agus bisa melakukan tindakan pemerkosaan. “Ini beneran gak sih kejadian di Polda NTB? Disabilitas yang tidak memiliki tangan apa iya bisa memperkosa?” tanya Sahroni, yang turut menunjukkan simpati terhadap Agus.
Netizen di media sosial pun turut memberikan perhatian kepada kasus ini, dengan banyak yang memberikan dukungan kepada Agus, terutama mengingat kondisi fisiknya yang terbatas.
Saat ini, polisi terus melakukan penyelidikan terkait kasus ini, sementara Agus belum bisa dimintai keterangan lebih lanjut karena masih dalam masa pemulihan dari trauma yang ia alami. Polda NTB juga memastikan bahwa kasus ini akan diselesaikan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Sementara itu, Agus dan keluarganya berharap agar kebenaran dapat terungkap dan hak-haknya sebagai warga negara serta disabilitas dapat dihormati dalam proses hukum ini.
Kasus ini bukan hanya menyentuh masalah hukum, tetapi juga mencerminkan pentingnya pemahaman tentang peran disabilitas dalam konteks hukum, serta bagaimana masyarakat dan institusi harus lebih sensitif terhadap perbedaan kondisi fisik seseorang dalam menghadapi tuduhan yang serius. Sebagai bagian dari upaya mencari keadilan, diharapkan bahwa proses hukum yang berlangsung dapat memberikan kejelasan dan kebenaran yang seadil-adilnya bagi semua pihak.
(JOHANSIRAIT)