SIPIROK – Sebuah peristiwa heroik dan tragis sekaligus terjadi pada 23 Mei 1949 di Jembatan
Aek Horsik, Simagomago,
Tapanuli Selatan. Dalam sebuah penyergapan yang dipimpin oleh Letnan
Sahala Muda Pakpahan, pasukan gerilya rakyat berhasil menggagalkan konvoi militer
Belanda dan menewaskan tokoh penting, Panglima KNIL Letnan Jenderal Simon Hendrik
Spoor.Peristiwa ini disebut-sebut sebagai salah satu pukulan telak bagi moral militer
Belanda di Indonesia, yang kala itu tengah menghadapi gelombang perlawanan sengit di wilayah Tapanuli dan sekitarnya.
Baca Juga: Desa Situmbaga Gencarkan Ketahanan Pangan Lewat Budidaya Jagung dan Ikan Lele Serangan yang dilakukan oleh Angkatan Gerilya Sipirok (AGS) terhadap konvoi militer
Belanda dipersiapkan secara terencana. Letnan
Sahala Muda Pakpahan, pemimpin AGS yang saat itu baru berusia 23 tahun, memilih titik strategis di Jembatan
Aek Horsik untuk melakukan penyergapan terhadap iring-iringan kendaraan lapis baja yang membawa Jenderal
Spoor dan rombongannya.Menurut catatan sejarah lokal dan kesaksian warga, penyergapan tersebut menimbulkan korban jiwa signifikan di pihak
Belanda. Jenderal
Spoor disebut menjadi salah satu korban, meski pemerintah kolonial
Belanda saat itu menyatakan bahwa kematian
Spoor pada 25 Mei 1949 di Batavia disebabkan oleh serangan jantung.Namun, masyarakat Sipirok meyakini sebaliknya.