JAKARTA — Meta, perusahaan yang menaungi Facebook, Instagram, dan WhatsApp, kembali menuai kritik setelah melakukan pemblokiran terhadap puluhan akun penyedia layanan akses aborsi, kelompok LGBTQ+, dan organisasi kesehatan reproduksi sejak Oktober 2025.
Aktivis menyebut tindakan ini sebagai "gelombang sensor terbesar" yang pernah dilakukan perusahaan.
Menurut Repro Uncensored, organisasi nirlaba yang memantau sensor digital, sepanjang tahun terakhir tercatat 210 insiden penghapusan akun dan pembatasan berat.
Baca Juga: Karo Resmikan Mal Pelayanan Publik Digital, Layanan Satu Hari Jadi Siap Diluncurkan Martha Dimitratou, Direktur Eksekutif Repro Uncensored, menekankan, "Sejauh yang saya ketahui, ini setidaknya merupakan salah satu gelombang sensor terbesar yang pernah kita saksikan."
Pemblokiran ini tidak hanya menargetkan organisasi di Eropa dan Inggris, tetapi juga di Asia, Amerika Latin, dan Timur Tengah.
Selain memblokir akun layanan telepon bantuan aborsi di negara yang melegalkan aborsi, Meta juga menghapus unggahan yang menampilkan kartun ketelanjangan yang tidak eksplisit.
Sejumlah aktivis menilai tindakan Meta merendahkan dan tidak responsif. Women Help Women, organisasi nirlaba Belanda penyedia informasi aborsi, menjadi salah satu korban.
Direktur Eksekutif Kinga Jelinska menyatakan, akun mereka diblokir sepenuhnya untuk pertama kalinya setelah 11 tahun beroperasi.
"Pemblokiran ini bisa mengancam jiwa, karena beberapa perempuan mungkin terdorong mencari sumber yang tidak tepat atau berbahaya," ujarnya.
Meta mengklaim sebagian besar akun telah dipulihkan. "Akun Women Help Women dihapus karena kesalahan dan kini telah dipulihkan.
Selebihnya, banyak akun yang dinonaktifkan karena memang melanggar kebijakan, termasuk kebijakan Eksploitasi Manusia," tulis Meta dalam pernyataan resmi.*