MEDAN – Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara, H. Salman Alfarisi, menemukan fakta memprihatinkan saat mengunjungi Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPTD KPH) Stabat, Kabupaten Langkat.
Data menunjukkan lebih dari 90 persen kawasan hutan, termasuk Hutan Lindung, Hutan Produksi, dan Hutan Produksi Terbatas, telah berubah fungsi menjadi kebun kelapa sawit.
Salman menekankan, perubahan ini tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan dan menimbulkan risiko serius bagi ekosistem serta keselamatan masyarakat di hilir.
Baca Juga: 360 Ton LPG Disalurkan ke Aceh, Pertamina Pastikan Kebutuhan Energi Tetap Terpenuhi "Jika hulu rusak, banjir di hilir bukan sekadar musibah alam, tetapi akibat kelalaian tata kelola hutan," tegasnya kepada wartawan, Rabu (17/12/2025).
Berdasarkan data KPH Stabat, luasan kawasan hutan yang terdampak mencapai:- Hutan Lindung: 5.080 hektare- Hutan Produksi: 23.938 hektare- Hutan Produksi Terbatas: 38.350 hektare
Politisi dari Fraksi PKS ini juga mengingatkan, Hutan Lindung harus dijaga sebagai sistem penyangga kehidupan, Hutan Produksi hanya boleh dimanfaatkan secara berkelanjutan, dan Hutan Produksi Terbatas memiliki pembatasan ketat untuk menjaga keseimbangan ekologi.
Selain alih fungsi, Salman menyoroti maraknya pembalakan liar di hutan konservasi yang berada di bawah kewenangan Kementerian Kehutanan.
Ia mendorong pemerintah provinsi dan pusat untuk segera mengambil langkah tegas melalui penegakan hukum, reboisasi skala besar, serta pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.
"Penyelamatan hutan adalah bagian dari ikhtiar melindungi keselamatan rakyat, sekaligus tanggung jawab moral pemerintah. Pembangunan ekonomi tidak boleh mengorbankan keberlanjutan lingkungan dan generasi mendatang," ujarnya.
Kunjungan ini sekaligus menjadi peringatan bagi pemerintah pusat dan daerah agar tata kelola hutan di Sumut lebih transparan, akuntabel, dan berkelanjutan, mengingat dampak bencana banjir dan longsor yang kerap melanda wilayah Langkat, Tanjung Pura, dan Besitang.*
(vv/ad)