ACEH TENGAH – Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Kabupaten Aceh Tengah tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga memukul keras perekonomian masyarakat, khususnya petani cabai.
Terputusnya akses jalan utama memaksa para petani cabai dari Kecamatan Ketol menempuh perjalanan berat hingga empat jam berjalan kaki sambil memikul puluhan kilogram cabai rawit menuju Kota Lhokseumawe.
Setiap karung cabai memiliki berat antara 25 hingga 33 kilogram, dan mereka harus melewati jalur berlumpur setinggi lutut dengan medan ekstrem.
Baca Juga: Terobos Banjir, WNA Ditemukan Tewas Tersangkut di Gorong-Gorong Tibubeneng Bali "Karena jalan putus, kami tidak bisa menggunakan kendaraan. Kalaupun bisa, hanya sampai Kampung Buntul, selebihnya kami harus berjalan melewati lumpur setinggi lutut selama empat jam," ujar Riza Alpiandi, salah satu petani, Minggu (14/12/2025).
Riza bersama keluarga memulai perjalanan dari Ketol menggunakan sepeda motor hingga Kampung Buntul, Kecamatan Permata, Kabupaten Bener Meriah.
Dari titik tersebut, mereka melanjutkan perjalanan sekitar 20 kilometer berjalan kaki menuju Kampung Kem, baru kemudian menggunakan jasa ojek menuju Lhokseumawe dengan tarif Rp50 ribu per orang.
Neckatnya perjalanan ini dipicu tingginya harga pangan di kampung mereka. Beras yang sebelumnya seharga Rp230 ribu per karung kini melonjak hingga Rp400 ribu–Rp500 ribu.
Sementara itu, harga cabai di Aceh Tengah hanya Rp10 ribu per kilogram, jauh lebih rendah dibandingkan harga di Lhokseumawe yang mencapai Rp40 ribu per kilogram.
"Saya berharap cabai ini cepat laku karena keluarga di rumah menunggu kami membawa beras pulang," ungkap Muslim, petani lainnya.
Para petani berharap pemerintah segera memperbaiki jalan yang terputus akibat banjir dan tanah longsor, sehingga aktivitas ekonomi masyarakat dapat kembali normal.*
(ss/ad)