TAPANULI SELATAN — Di tengah bencana banjir bandang dan longsor yang melanda wilayah Tapanuli bagian Selatan (Tabagsel), kebijakan PT Agincourt Resources, pengelola Tambang Emas Martabe di Batang Toru, memantik sorotan publik.
Perusahaan tambang emas terbesar kedua di Indonesia itu dinilai tidak etis setelah membuka donasi untuk korban bencana yang sebagian besar berada di sekitar wilayah operasionalnya.
Tambang Emas Martabe yang beroperasi sejak 24 Juli 2012 di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, selama ini dikenal sebagai penghasil emas dan perak sekaligus menjalankan program pemberdayaan masyarakat.
Baca Juga: Kapolda Sumut dan Pangdam I/BB Tinjau Banjir–Longsor Tapteng, Akses Darat Masih Putus Total Namun langkah perusahaan membuka donasi publik pada pekan ini menuai kritik dari sejumlah aktivis lokal.
Bencana banjir dan longsor yang terjadi di berbagai kabupaten/kota di Tabagsel, termasuk Tapanuli Selatan, Padangsidimpuan, dan Mandailing Natal, telah menelan banyak korban jiwa.
Puluhan warga dilaporkan meninggal, puluhan lainnya luka-luka, dan sejumlah orang masih hilang.
Wilayah Batang Toru menjadi salah satu titik terparah, termasuk area perbatasan Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah.
BPBD, Basarnas, Damkar, TNI, dan Polri sejak hari pertama telah berada di lokasi untuk melakukan pencarian, evakuasi, dan penanganan darurat.
Di tengah kondisi itu, seorang penggiat sosial dan lingkungan lokal menyampaikan kekecewaannya terhadap kebijakan open donasi yang dilakukan PT Agincourt Resources.
Ia menilai langkah tersebut tidak sebanding dengan skala perusahaan dan dampak lingkungan yang kerap dikaitkan dengan aktivitas pertambangan.
"Aneh, selevel PT Agincourt Resources Tambang Emas Martabe melakukan open donasi. Mereka perusahaan emas dan perak terbesar kedua di Indonesia, tapi justru meminta sumbangan publik," ujarnya kepada media.
Ia juga menilai, di saat masyarakat sekitar tambang menjadi korban bencana, perusahaan seharusnya hadir dengan kapasitas penuh, bukan menggalang dana.