JAKARTA –Dono Purwoko, mantan tahanan Rutan KPK yang juga eks Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya, membeberkan praktik pungutan liar (pungli) yang terjadi selama masa tahanannya. Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin, 2 September 2024, Dono mengungkapkan bahwa ia pernah mengalami larangan untuk menunaikan Salat Jumat karena telat membayar ‘iuran bulanan’.
Dono, yang merupakan terpidana kasus korupsi pembangunan gedung IPDN Sulut, menyampaikan pengalamannya selama menjadi tahanan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur. Ia menceritakan bahwa ia diminta untuk membayar ‘iuran bulanan’ kepada salah satu tahanan di rutan tersebut, namun belum sempat membayarnya. Akibatnya, ia tidak diizinkan untuk mengikuti Salat Jumat pada waktu itu.
“Kalau Saudara tidak bayar, apakah ada semacam kata-kata yang disampaikan Yoory atau Taufan, kalau tidak membayar kamu…?” tanya jaksa.
Dono menjelaskan, “Tidak, tidak pernah mengancam itu. Tapi yang jelas saya mengalami ketika sebelum dipanggil itu, saya Jumatan enggak bisa.”
Pernyataan Dono ini mengungkapkan bagaimana iuran yang tidak dibayar dapat berakibat pada pembatasan hak-hak dasar tahanan, termasuk ibadah. Dono mengaku sempat mengajukan protes kepada petugas rutan yang bertugas.
“Saya pernah mengalami itu. Tapi saya protes waktu itu dengan Pak Wawan Ridwan, (teman) satu kamar. Kok kita enggak boleh [jumatan],” ungkap Dono.
Jaksa meminta klarifikasi mengenai protes Dono dan respons petugas rutan. “Protes kepada siapa?” tanya jaksa.
Dono menjawab, “Ada petugas yang jaga. (Saya bilang) ‘mau Jumatan’. Akhirnya petugas buka.”
Dalam sidang, terungkap bahwa setelah membayar iuran, Dono dapat kembali menjalankan ibadah Jumatan dengan lancar. “Setelah pertama kali bayar, bulan berikutnya saya rutin,” jelasnya.
Kasus pungutan liar ini melibatkan 15 pegawai Rutan KPK yang didakwa melakukan pungli dengan total nilai mencapai Rp 6,3 miliar. Modus operandi melibatkan penunjukan “Lurah” dan “Korting” oleh para tahanan untuk mengumpulkan uang secara rutin. Para “Lurah” seperti Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, dan Ramadhan Ubaidillah bertanggung jawab atas pengumpulan uang di masing-masing cabang rutan KPK, sedangkan “Korting” seperti Zainal Mus dan Elvianto mengkoordinir di level yang lebih bawah.
Menurut dakwaan, para tahanan yang menolak membayar iuran menghadapi berbagai konsekuensi seperti perpanjangan masa isolasi, pemutusan suplai air, pengurangan waktu olahraga dan kunjungan, serta penambahan tugas kebersihan.
Praktik pungli ini berlangsung dari 2019 hingga 2023, meskipun ada pergantian “Lurah” dan “Korting” selama periode tersebut. Pengadilan Tipikor Jakarta kini tengah menyelidiki lebih dalam kasus ini, berharap dapat menuntaskan praktik pungli yang merugikan tersebut dan memastikan keadilan bagi semua pihak terkait.
Kisah Dono Purwoko ini menjadi sorotan dalam kasus pungli di Rutan KPK dan mengungkap ketidakberesan yang terjadi dalam sistem penahanan. Kegiatan pungli ini menambah deretan masalah dalam penegakan hukum yang harus diatasi secara serius untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.
(N/014)