Medan– Debat kedua calon Wali Kota Medan yang berlangsung di Grand Mercure, Kota Medan, pada Sabtu malam (16/11), diwarnai kericuhan yang melibatkan pendukung masing-masing pasangan calon. Acara yang seharusnya menjadi ajang diskusi santun mengenai visi dan misi calon tersebut, justru tercemar dengan teriakan dan gangguan dari para pendukung yang tidak bisa menahan emosi.
Debat yang mengusung tema “Meningkatkan Pelayanan Masyarakat dan Menyelesaikan Persoalan Daerah Kota Medan” dimulai dengan suasana yang agak tegang. Para calon wali kota, yang terdiri dari tiga pasangan, secara bergantian menyampaikan visi dan misi mereka. Namun, saat giliran masing-masing pasangan calon berbicara, pendukung mereka tampak tidak sabar dan mulai mengganggu jalannya debat.
Para pendukung yang hadir di ruang debat sering kali menginterupsi pembicaraan para calon dengan teriakan keras, bahkan saling menyindir antar kelompok pendukung. Kejadian ini menyebabkan suasana menjadi semakin kacau dan mengganggu kelancaran acara.
Moderator beberapa kali berusaha menenangkan situasi dan meminta agar para pendukung berhenti berteriak. “Kami harap semua pendukung tenang, kami tidak bisa melanjutkan jika tidak ada ketenangan,” ujar moderator dengan tegas. Meskipun sudah diingatkan berkali-kali, teriakan dan kebisingan dari pendukung calon-calon tersebut tetap berlanjut.
Teriakan yang semakin keras menyebabkan para calon wali kota harus menunggu beberapa kali hingga suasana sedikit mereda sebelum dapat melanjutkan pembicaraan mereka. Ketegangan semakin memuncak ketika beberapa pendukung mulai naik ke kursi sambil menunjuk-nunjuk pendukung lainnya.
Melihat situasi yang semakin tidak terkendali, moderator akhirnya meminta pihak keamanan untuk masuk dan mengamankan pendukung yang tidak kooperatif. “Saya minta pihak keamanan untuk masuk dan mengamankan situasi agar tenang,” tambah moderator dengan nada yang semakin kesal.
Setelah intervensi dari pihak keamanan, suasana sedikit mereda, namun ketegangan tetap terasa hingga akhir acara. Beberapa kali, moderator dan peserta debat terlihat kesulitan melanjutkan diskusi lantaran gangguan yang datang dari luar panggung.
Kejadian ini menjadi sorotan, karena meskipun acara debat seharusnya menjadi platform untuk saling bertukar ide dan solusi terkait persoalan Kota Medan, namun kericuhan yang terjadi justru mencoreng citra demokrasi yang seharusnya berlangsung dengan penuh kedamaian dan adab.
Debat kedua ini diikuti oleh tiga pasangan calon, yang masing-masing mewakili berbagai partai politik dan koalisi. Mereka memaparkan berbagai program unggulan untuk mengatasi masalah di Kota Medan, mulai dari pelayanan publik hingga pengelolaan bencana alam. Namun, dengan gangguan yang terjadi selama debat, sulit bagi para pemilih untuk mendengarkan secara jelas pemaparan visi misi yang disampaikan.
Meski debat berjalan dengan gangguan, beberapa pemilih dan masyarakat yang mengikuti acara ini berharap agar kejadian serupa tidak terulang di debat-debat berikutnya. Banyak yang menginginkan debat yang lebih kondusif, di mana para pendukung dapat lebih menghormati jalannya proses demokrasi dan memberi kesempatan bagi calon untuk menyampaikan pemikiran mereka tanpa gangguan.
“Meskipun kami mendukung pasangan kami, tapi seharusnya kita bisa mendengarkan visi misi masing-masing calon dengan tenang,” ujar seorang warga Medan yang hadir dalam acara tersebut.
Debat ini menjadi ujian bagi seluruh pihak terkait, mulai dari penyelenggara hingga pendukung masing-masing calon, untuk memastikan bahwa jalannya pemilu dan debat tetap berlangsung dalam suasana yang demokratis dan tertib.(JOHANSIRAIT)