JAKARTA – Wacana pemangkasan masa tinggal jemaah haji Indonesia di Arab Saudi kembali mencuat. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, mengusulkan agar masa tinggal jemaah dipangkas dari sekitar 40 hari menjadi cukup 20 hari saja.
Cholil menyampaikan bahwa ibadah haji secara esensial hanya memakan waktu 6 hari, ditambah rangkaian ibadah sunah yang bisa rampung dalam 10 hari. Dengan demikian, masa tinggal 17 hingga 20 hari dinilai cukup, bahkan bisa menghemat biaya penyelenggaraan ibadah haji.
"Jadi kalau 17 atau 20 hari itu sudah cukup dengan (tambahan) seminggu bagi yang mau ambil salat Arbain di Madinah. Saya kira itu akan lebih murah," ujar Cholil melalui akun X resminya, Minggu (25/5/2025).
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyatakan bahwa usulan tersebut tidak bisa diputuskan secara instan dan harus melalui kajian menyeluruh dengan melibatkan banyak pihak.
"Itu kan usulan yang perlu dikaji secara saksama dan dalam tempo yang lama," ujar Haedar dalam acara Halalbihalal di Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Haedar menegaskan bahwa ibadah haji memiliki banyak titik krusial dan sistem pelaksanaannya berubah setiap tahun, sehingga semua rencana perubahan harus dirancang dengan hati-hati agar tidak menimbulkan masalah baru di lapangan.
"Soal mau 20 hari, 30 hari, dan seterusnya itu nanti dikaji bareng-bareng. Lalu, diambil keputusan bersama yang juga melibatkan DPR," tambahnya.
Ia juga menyoroti kultur masyarakat Indonesia yang masih kuat dengan sistem paguyuban dan bermazhab tertentu, seperti keinginan melaksanakan Salat Arbain di Masjid Nabawi.
"Kalau memang itu bagus, ya nanti ditetapkan bersama. Tapi harus melihat banyak faktor, termasuk persepsi dan kesiapan masyarakat," pungkasnya.*
(tb/j006)