MEDAN -Dunia kita tenggelam dalam lautan plastik. Setiap gerakan manusia, setiap hembusan angin, membawa serpihan-serpihan plastik yang semakin meracuni lingkungan kita. Dari tahun 1950-an hingga sekarang, sekitar 8,3 milyar metrik ton plastik telah dihasilkan, dan 79 persennya masih menghantui kita di bumi ini. Bahkan, 75 dari 199 juta ton plastik berakhir di samudra, memenuhi terumbu karang yang seharusnya menjadi rumah bagi kehidupan laut. Bukan rahasia lagi bahwa mikro-plastik pun telah merambah ke perut ikan yang menjadi santapan kita sehari-hari.
Setiap detik berlalu, 1 juta botol plastik dibeli, dan setiap tahunnya, 5 juta tas plastik digunakan. Angka-angka ini tidaklah main-main, dan dampaknya semakin terasa. Maka, di tengah kehancuran yang disebabkan oleh sampah plastik, terbitlah gagasan global networking melalui aksi lingkungan di Hari Bumi 2024 dengan tema “Planet vs Plastik.”
Yayasan Konservasi Indonesia (KI), sebagai penjaga alam Indonesia, turut merayakan gerakan serentak ini. Mereka menggandeng berbagai lembaga, mulai dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut hingga Green Justice Indonesia dan lain-lain, untuk menjadikan gerakan ini nyata. Dengan melibatkan 150 mahasiswa dari Universitas Sumatera Utara (USU), KI menggelar aksi restorasi mangrove di Pantai Labu sebagai bagian dari upaya mereka.
Wira Ardana, Sundaland Landscape Manager KI, menjelaskan, “Kami bekerjasama dengan banyak pihak termasuk USU dalam giat restorasi mangrove. Kami memilih menggagas aksi di Kecamatan Pantai Labu, karena mitra yang ingin berkolaborasi juga telah melakukan kegiatan di sini sebelumnya.”
Restorasi mangrove bukanlah sekadar penanaman pohon, melainkan menanam harapan bagi lingkungan. Wira menekankan pentingnya peran generasi muda dalam menjaga ekosistem pantai, terutama mangrove yang menjadi rumah bagi beragam biota laut. Mangrove bukan sekadar peneduh atau pelindung pantai, melainkan ekosistem penting bagi kehidupan laut dan manusia.
Namun, kegiatan ini juga merupakan panggilan untuk memerangi sampah plastik. Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, Indonesia menghasilkan lebih dari 17,4 juta ton timbunan sampah setiap tahunnya, dengan jumlah sampah plastik yang cukup mengkhawatirkan. Wira menegaskan, “Kita tahu bahwa plastik memiliki kontribusi terhadap sampah yang beredar di perairan, dan kita tahu bahwa Sumatra Utara punya dua pesisir laut yang panjang dan marak sampah plastik.”
Melalui kegiatan “Medan vs Plastik,” KI tidak hanya menanam mangrove, tetapi juga menanam kesadaran. Mereka mengajak generasi muda untuk mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang plastik. Konservasi Indonesia ingin melihat youth movement yang kuat, karena mereka percaya bahwa masa depan lingkungan bergantung pada kesadaran generasi penerus bangsa.
“Saat mangrove sudah kita tanam, saya harap kita juga nantinya membuat satu agenda monitoring terhadap pertumbuhan tanaman itu sendiri. Sehingga kita akan terus mengukur dampak terhadap lingkungan di sekitar area yang sudah kita restorasi sebelumnya,” tambah Wira.
Aksi ini tidak hanya sekadar menanam pohon atau membersihkan pantai, melainkan menanam harapan untuk sebuah bumi yang lebih hijau dan bersih. Gerakan ini menjadi momentum penting bagi semua pihak untuk bersatu melawan plastik dan menjaga keberlangsungan hidup di planet ini. Planet vs Plastik, siapakah yang akan menang? Mari bersama kita jawab pertanyaan ini dengan aksi nyata untuk bumi yang lebih baik.
(N/014)