JAKARTA -Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mulai mengusut aliran dana terkait polemik keberadaan pagar laut ilegal yang ada di Kabupaten Tangerang, Banten. Langkah ini dilakukan setelah isu tersebut menuai sorotan publik secara luas.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengonfirmasi bahwa pihaknya sejak awal sudah menaruh perhatian terhadap masalah ini dan tengah melakukan analisis lebih lanjut. “Iya, sudah sejak awal ketika menjadi perhatian publik secara luas,” ujar Ivan saat ditemui di Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Pagar laut yang dibangun di kawasan Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, sempat menjadi perbincangan hangat setelah pihak TNI AL dan Ditpolairud Polda Metro Jaya turun tangan untuk merobohkannya. Selain itu, keberadaan pagar tersebut diduga terkait dengan penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang melibatkan lebih dari dua ratus bidang tanah.
Ivan menegaskan bahwa PPATK akan mendalami semua aliran dana yang diduga terlibat dalam pembiayaan pagar laut tersebut. “Semua pihak kami lakukan pendalaman. Kami laksanakan tugas dan kewenangan kami sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Hasil dari analisis PPATK, lanjut Ivan, akan segera disampaikan kepada pihak penyidik yang menangani kasus ini. Kejaksaan Agung (Kejagung) diketahui telah memulai penyelidikan terkait hal ini, termasuk dugaan adanya korupsi dalam penerbitan sertifikat tanah di kawasan pagar laut Tangerang.
Polemik ini semakin berkembang setelah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan bahwa sebanyak 263 bidang tanah telah diberikan SHGB, sementara 17 bidang lainnya memiliki SHM. Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, melaporkan penerbitan sertifikat-sertifikat tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pemerintah juga telah mencabut 50 SHGB di lokasi Desa Kohod yang menjadi bagian dari proyek pagar laut ini, sebagai langkah awal untuk menyelesaikan persoalan yang mengganggu publik. Sementara itu, kritik datang dari berbagai pihak, termasuk dari mantan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyayangkan ketidaktegasan pemerintah dan aparat penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus ini. (kmprn)
(N/014)