Jakarta – Usulan Wakil Ketua Komisi V DPR-RI, Andi Iwan Darmawan Aras, untuk memperbolehkan motor besar (moge) masuk dan melintasi jalan tol mengundang perhatian publik. Jika usulan ini disetujui, hanya masyarakat kelas atas yang dapat menikmati kebebasan berkendara motor di jalan bebas hambatan.
Namun, pengamat dan akademisi mengingatkan adanya regulasi yang melarang sepeda motor melintasi jalan tol. Djoko Setijowarna, Pengamat Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI Pusat, menyoroti aturan tersebut.
“Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan menyebutkan bahwa penyediaan fasilitas pejalan kaki, pesepeda, dan penyandang disabilitas dikecualikan di Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Tol,” jelas Djoko. Djoko juga menegaskan bahwa kendaraan yang diizinkan masuk ke jalan tol terbatas pada kendaraan roda empat atau lebih, seperti mobil pribadi, bus, truk, dan kendaraan darurat.
Sementara itu, kendaraan roda dua seperti sepeda motor tidak diizinkan karena alasan keamanan dan perbedaan kecepatan. Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol menyatakan bahwa jalan tol untuk lalu lintas antarkota dirancang dengan kecepatan minimum 80 km/jam, sedangkan jalan tol di wilayah perkotaan memiliki kecepatan minimum 60 km/jam.
Perbedaan perilaku pengendara roda dua dan roda empat menjadi salah satu alasan larangan moge masuk tol. Selain itu, jalan tol sebagai bagian dari sistem jaringan jalan nasional mengharuskan penggunanya membayar tol untuk pengembalian investasi, pemeliharaan, dan pengembangan jaringan.
Sebagai informasi, jalan tol merupakan bagian dari sistem transportasi terpadu dan dirancang khusus untuk kendaraan roda empat atau lebih. Usulan ini memunculkan pro dan kontra di masyarakat, terutama terkait dampak keamanan dan infrastruktur jalan tol jika moge diperbolehkan melintas.(dtk)
(christie)