PARIS –Gregoria Mariska Tunjung, tunggal putri Indonesia yang telah mengharumkan nama negaranya dengan meraih medali perunggu di Olimpiade Paris 2024, menyampaikan perasaannya yang campur aduk setelah pencapaian tersebut. Meski meraih medali, kebahagiaannya terasa tereduksi oleh cedera yang dialami oleh Carolina Marin, pebulutangkis asal Spanyol.
Pada Minggu lalu, Gregoria harus mengakui keunggulan An Se Young dari Korea Selatan dalam pertandingan semifinal yang dramatis di Adidas Arena, Paris. Dengan permainan rubber game yang ketat, Gregoria harus menerima kekalahan dengan skor akhir 21-11, 13-21, dan 16-21. Namun, nasib berpihak kepadanya setelah Marin, yang seharusnya menjadi lawannya dalam pertandingan perebutan medali perunggu, mengalami cedera lutut serius saat berhadapan dengan He Bing Jiao dari China.
Gregoria, yang pada awalnya siap melakoni pertandingan perebutan medali, secara otomatis menerima medali perunggu setelah Marin memutuskan untuk mundur dari kompetisi. Meski mendapat medali pertamanya di Olimpiade, Gregoria tidak dapat merasakan kebahagiaan sepenuhnya.
“Dalam hati saya, ini bukan cara yang saya inginkan untuk meraih medali. Saya merasa sedih melihat Marin mengalami cedera lagi,” ungkap Gregoria dalam pernyataannya kepada media, Senin (5/8/2024).
Marin sendiri adalah juara bertahan dari Olimpiade Rio 2016, tetapi cedera yang dialaminya telah membuatnya absen dalam Olimpiade Tokyo 2020 dan kembali menghantui mimpinya untuk meraih medali emas di Paris. Gregoria, dengan penuh empati, mengungkapkan pengertian mendalam terhadap perjuangan keras Marin dalam pulih dari cedera yang mempengaruhi karirnya.
“Saya tahu betapa sulitnya perjuangan para atlet untuk mencapai Olimpiade dengan baik. Saya tidak bisa merayakan kemenangan ini dengan penuh kebahagiaan ketika saya tahu ada seseorang yang harus menghadapi cobaan yang begitu berat,” tambahnya.
Gregoria, yang merupakan juara dunia junior pada tahun 2017, menyampaikan rasa syukurnya atas prestasi ini namun juga menekankan pentingnya empati dan penghargaan terhadap perjuangan atlet lain dalam setiap kompetisi. Pada akhirnya, pencapaiannya ini menjadi refleksi tentang bagaimana olahraga tidak hanya tentang kemenangan dan kekalahan, tetapi juga tentang solidaritas dan penghargaan terhadap perjuangan manusia di belakang medali.
(n/014)