JAKARTA -Pembatalan pameran tunggal seniman Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, menjadi sorotan banyak pihak, termasuk DPP PDIP. Kejadian ini memicu kontroversi setelah Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menyatakan bahwa pameran bertema “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan” dibatalkan karena adanya karya lukisan Yos yang dinilai tidak sesuai dengan tema.
Deddy Sitorus, Ketua DPP PDIP, menganggap tindakan ini sebagai hal yang memalukan, yang bisa mencoreng citra Indonesia di mata dunia internasional. “Menurut saya ini tindakan memalukan dari orang yang tidak punya rasa malu dan akan menjadikan kita tertawaan dunia internasional,” ujarnya pada Sabtu (21/12). Deddy lebih lanjut menyatakan bahwa tindakan pemberedelan seperti ini hanya bisa terjadi di negara otoriter atau komunis, seperti Korea Utara.
Dalam pernyataan lebih lanjut, Deddy mengaitkan peristiwa ini dengan kecenderungan kebijakan yang mengarah pada kemunduran zaman Orde Baru. “Ini adalah indikasi lanjutan dari watak Neo-Orba, warisan pemerintahan sebelumnya,” katanya. Ia menilai pembatalan pameran ini sebagai bagian dari penurunan kualitas peradaban, baik dalam bidang seni, hukum, dan politik.
Sementara itu, Galeri Nasional Indonesia melalui Ketua Tim Museum dan Galeri IHA, Zamrud Setya Nagara, membantah jika penundaan pameran tersebut disebut sebagai pemberedelan. Zamrud menjelaskan bahwa penundaan dilakukan untuk memberikan waktu kepada kurator dan seniman untuk menyatukan pandangan serta memperbarui konsep yang telah disepakati. Namun, Suwarno Wisetrotomo, yang berperan sebagai kurator pameran, telah mengundurkan diri.
Kejadian ini mengundang perdebatan mengenai kebebasan berekspresi dan peran pemerintah dalam mendukung seni di Indonesia. Dengan berbagai pernyataan dan pandangan yang berkembang, isu ini semakin memperlihatkan ketegangan antara kebebasan seni dan regulasi yang ada.
(N/014)