PEKANBARU -Anggota Komisi III DPRD Pekanbaru melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Rumah Sakit Madani Pekanbaru pada Jumat, 27 Desember 2024. Dalam sidak tersebut, ditemukan sejumlah kejanggalan terkait pengelolaan rumah sakit milik pemerintah daerah ini, khususnya mengenai pelayanan, jumlah pasien, dan jumlah pegawai yang dianggap tidak wajar.
Anggota Komisi III DPRD Pekanbaru, Tekad Abidin, menjelaskan bahwa sidak ini dilakukan untuk menilai kualitas pelayanan di RS Madani, yang telah menerima miliaran dana dari APBD. “Kemarin kami melakukan sidak ke RS Madani karena sudah miliaran uang yang masuk ke sana. Kami ingin memastikan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat Pekanbaru,” ujar Tekad di Pekanbaru, Sabtu (28/12/2024).
Saat melakukan pengecekan fasilitas, pihak DPRD menemukan bahwa ruang rawat inap kelas 3 dan 2 hanya memiliki 2 tempat tidur (bed) saja, sementara ruang kelas 1 terlihat seperti VIP di rumah sakit swasta. Fasilitas lainnya, seperti ruang ICU dan beberapa fasilitas pendukung, termasuk laboratorium dan fasilitas MRI, juga terlihat sudah memadai.
Namun, yang menjadi perhatian utama adalah minimnya pasien yang datang ke rumah sakit tersebut. Tekad menilai hal ini disebabkan oleh pelayanan yang tidak maksimal, yang mengakibatkan RS Madani memiliki utang besar kepada vendor obat-obatan hingga mencapai Rp 18 miliar. “Fasilitas memang tidak masalah, tetapi masalahnya adalah tidak ada pasien. Pelayanan yang buruk menyebabkan RS Madani memiliki utang yang besar kepada vendor, sehingga mereka tidak mau lagi mensuplai obat-obatan,” jelasnya.
Selain itu, Tekad juga mencatat adanya ketimpangan yang signifikan antara jumlah pegawai dan jumlah pasien di RS Madani. Tercatat ada sekitar 600 pegawai tenaga harian lepas (THL) dan 200 pegawai ASN yang semuanya digaji menggunakan dana APBD. Total anggaran yang dikeluarkan untuk pembayaran gaji pegawai ini mencapai sekitar Rp 22 miliar per tahun, namun jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit ini hanya sekitar 50 orang per hari.
“Jumlah pegawai di RS Madani mencapai 900 orang, tetapi pasien yang dirawat hanya 50 orang. Pendapatan rumah sakit hanya sekitar Rp 400 juta, sementara biaya operasionalnya mencapai Rp 2 miliar. Tentu ini menjadi masalah serius karena pelayanan yang ada saat ini tidak maksimal,” tambah Tekad.
Salah satu persoalan lain yang ditemukan adalah ketidaktransparanan dalam penggunaan anggaran. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik antara pihak manajemen rumah sakit dan dokter terkait hak-hak jasa medis. Tekad menegaskan pentingnya transparansi anggaran agar RS Madani dapat menjadi rumah sakit rujukan utama di Pekanbaru.
“Kita ingin RS Madani menjadi rumah sakit yang bisa menjadi rujukan masyarakat. Namun, harus ada perbaikan dalam manajemen dan pelayanan. Transparansi anggaran sangat penting agar rumah sakit ini bisa berfungsi dengan baik dan menjadi pilihan utama bagi masyarakat Pekanbaru,” tegasnya.
Ke depannya, anggota DPRD Pekanbaru akan terus memberikan dukungan kepada RS Madani, namun dengan catatan agar ada perbaikan signifikan dalam pelayanan dan manajemen rumah sakit ini. “Kami berharap ke depan ada perbaikan agar rumah sakit ini bisa berfungsi dengan baik. Kita minta agar puskesmas juga tidak ragu merujuk pasien ke RS Madani. Meskipun ICU-nya bagus, tidak ada pasien yang datang, ini yang perlu segera dievaluasi,” pungkas Tekad.
(N/014)