JAKARTA –Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung, menyampaikan strategi untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta, dengan menyoroti upaya pembatasan kendaraan bermotor yang melintas di kawasan utama kota. Dalam sebuah acara Dialog Jakarta: Ragam Perspektif Membangun Kota yang digelar di Universitas Indonesia, Depok, Kamis (7/11), Pramono mengungkapkan bahwa kebijakan yang diterapkan selama KTT ASEAN 2023 di Jakarta dapat dijadikan model untuk mengatasi polusi udara yang semakin memburuk.
Pramono mengungkapkan, selama acara KTT ASEAN 2023, ia diberi tugas untuk memastikan kualitas udara Jakarta tetap baik, salah satunya dengan menurunkan polusi udara secara drastis. Menurutnya, salah satu cara efektif yang diterapkan adalah dengan melarang penggunaan bahan bakar Pertalite yang memiliki kadar sulfur tinggi. “Ketika KTT ASEAN, saya kebetulan sebagai sekretarisnya, ketuanya Pak Luhut, membuat Jakarta dalam dua minggu diturunkan polusinya. Caranya bagaimana? Pertalite dilarang, karena sulfurnya terlalu tinggi,” jelas Pramono.
Selain pembatasan penggunaan Pertalite, kebijakan lain yang diterapkan selama KTT ASEAN adalah pembatasan jenis kendaraan yang boleh melintas di kawasan utama Jakarta, seperti Sudirman, Thamrin, dan Gatot Subroto. “Selama kegiatan KTT ASEAN berlangsung, hanya mobil listrik dan hybrid yang diizinkan melintas di kawasan tersebut,” kata Pramono. Selain itu, pembangkit listrik di sekitar Jakarta, termasuk yang ada di Suralaya, juga diwajibkan beralih dari bahan bakar batubara ke gas.
Menurut Pramono, kebijakan ini terbukti efektif dalam menurunkan polusi udara dan membuat langit Jakarta terlihat biru dalam waktu hanya dua minggu. “Nggak sampai dua minggu, Jakarta tiba-tiba menjadi biru. Begitu KTT ASEAN selesai, normal lagi. Jadi artinya apa? Bangsa ini, warga Jakarta, dan pemerintah pusat serta pemerintah Jakarta, kalau dipaksa bisa,” ujarnya.
Pramono menyebut bahwa strategi ini mengadopsi kebijakan yang diterapkan di Beijing, yang kini telah memberlakukan larangan penggunaan pembangkit batubara dan menggantinya dengan energi yang lebih ramah lingkungan. Di Beijing, lanjut Pramono, mobil listrik kini mendominasi jalan-jalan utama kota. “Sekarang di Beijing sudah nggak boleh ada pembangkit batubara. Di jalan-jalan utamanya, semuanya harus mobil hybrid dan mobil listrik,” tambahnya.
Pramono mengusulkan agar kebijakan serupa dapat diterapkan kembali di Jakarta untuk memperbaiki kualitas udara di kota ini secara berkelanjutan. Ia menilai bahwa pemerintah DKI Jakarta dan masyarakat dapat bekerja sama untuk menciptakan perubahan positif dalam hal kualitas udara, dengan komitmen dan kebijakan yang tepat.
Dengan adanya rencana tersebut, Pramono berharap Jakarta bisa menjadi kota yang lebih bersih dan sehat bagi warganya, serta menjadi contoh bagi kota-kota besar lainnya dalam mengatasi permasalahan polusi udara.
(N/014)