MEDAN – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) mengambil langkah konkret untuk meringankan beban nasabah kredit konsumer terdampak banjir dan tanah longsor di sejumlah wilayah Sumatera.
Kebijakan ini berupa relaksasi kredit melalui skema restrukturisasi yang disesuaikan dengan tingkat dampak bencana.
Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, menyampaikan keprihatinan mendalam atas musibah yang menimpa masyarakat, termasuk para nasabah.
Baca Juga: Dari Sembako hingga Trauma Healing, NU Hadir untuk Korban Banjir Aceh, Sumut, dan Sumbar "Kami sangat prihatin atas musibah banjir dan tanah longsor di Sumatera. Dalam situasi seperti ini, penting memastikan masyarakat memiliki ruang untuk pulih tanpa terbebani tekanan finansial berlebihan," kata Nixon, Selasa (16/12/2025).
BTN mencatat sebanyak 22.879 nasabah terdampak bencana di wilayah Banda Aceh, Medan, Padang, dan Pematang Siantar, dengan total baki debet mencapai Rp1,93 triliun.
Relaksasi diberikan secara bertahap dan adaptif, sesuai tingkat dampak bencana yang dialami masing-masing nasabah:-Ringan: Masa tenggang pembayaran hingga 6 bulan-Sedang: Hingga 9 bulan-Berat: Hingga 12 bulan
Kebijakan restrukturisasi ini berlaku hingga tiga tahun sejak ditetapkan pada 10 Desember 2025 dan dapat diperpanjang sesuai evaluasi kondisi lapangan.
BTN melaksanakan relaksasi kredit sesuai POJK Nomor 19 Tahun 2022, dengan proses pengajuan melalui kantor cabang setempat disertai dokumen identitas dan keterangan dari pemerintah daerah mengenai dampak bencana.
Bank akan melakukan verifikasi untuk memastikan relaksasi tepat sasaran.
Selain relaksasi kredit, BTN juga menyalurkan bantuan kemanusiaan senilai Rp8 miliar, berupa sembako, obat-obatan, pakaian layak pakai, serta dukungan tenaga dan peralatan untuk pembersihan wilayah terdampak banjir, bekerja sama dengan pemerintah daerah dan instansi terkait.
"Kami ingin memastikan nasabah terdampak tidak berjalan sendiri. BTN hadir melalui relaksasi kredit dan pendampingan proses restrukturisasi agar pemulihan dapat berlangsung berkelanjutan," ujar Nixon.*
(dh)