MEDAN – Komisi Percepatan Reformasi Polri menggelar audiensi publik di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Jumat (12/12/2025), untuk menyerap aspirasi, masukan, dan saran dari berbagai kalangan masyarakat.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh anggota komisi Mahfud MD dan Ahmad Dofri di Ruang Dewan Pertimbangan FH USU.
Dalam kesempatan itu, komisi menerima masukan dari tokoh masyarakat, praktisi hukum, LSM, sejarawan, dan mahasiswa.
Baca Juga: Sosok Jason Donovan Yusuf, Perenang 18 Tahun yang Menggebrak SEA Games 2025: Raih Dua Medali Emas Sekaligus! Salah satu aspirasi utama yang disampaikan adalah pentingnya Polri bersikap independen dan bebas dari intervensi politik.
"Semua berharap polisi menjadi lebih baik. Dari 467.000 personel, yang bermasalah hanya oknum, karena masih ada sekitar 90 persen personel yang melayani masyarakat dengan baik," ujar Mahfud.
Ia menambahkan, keluhan masyarakat dari berbagai daerah hampir serupa, sehingga reformasi Polri akan dilakukan dengan melibatkan publik dalam merumuskan kebijakan yang adil, transparan, inklusif, dan substantif.
Dekan FH USU, Mahmul Siregar, menekankan pentingnya transformasi kultural dalam tubuh Polri.
Menurutnya, institusi kepolisian perlu mengedepankan budaya pelayanan, perlindungan, dan pengayoman.
Mahmul juga menekankan perlunya perbaikan pola rekrutmen melalui kerja sama dengan universitas, penguatan etika dan moralitas dalam pendidikan, serta pengawasan internal dan eksternal yang melibatkan masyarakat.
"Polri harus menyiapkan sistem yang bisa diakses publik, termasuk SOP mengenai hak-hak masyarakat dan standar pelayanan di institusi Polri," kata Mahmul.
Tokoh masyarakat Sumut, Soekirman, menyampaikan sejumlah usulan tambahan, mulai dari penegasan netralitas Polri hingga pembaruan kurikulum pendidikan kepolisian.
Ia menekankan bahwa polisi seharusnya lebih dominan sebagai pengayom, bukan sekadar aparat keamanan.