JAKARTA - Kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Menurutnya, langkah Trump itu bukan hanya kebijakan ekonomi biasa, tetapi juga berpotensi menimbulkan krisis global yang lebih luas.
Dalam panel diskusi bertajuk "Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan, dan Ekonomi Global" di Jakarta, AHY menyampaikan bahwa tarif impor tinggi yang diberlakukan AS terhadap China (145%) dan negara lain termasuk Indonesia (32%) bisa memicu fragmentasi ekonomi dan politik dunia.
"Kebijakan tarif tinggi Trump bukan sekadar strategi ekonomi, tetapi juga pendekatan realisme ofensif yang menegaskan dominasi AS di panggung dunia," ujar AHY di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Minggu (13/4).
AHY juga memperingatkan potensi perpecahan global yang lebih dalam, dengan negara-negara membentuk aliansi baru di luar pengaruh AS, seperti BRICS dan ASEAN. Ia menilai situasi ini bisa memperburuk ketegangan geopolitik dan menumbuhkan konflik baru.
"Kita menghadapi risiko fragmentasi, bukan hanya secara ekonomi, tetapi juga secara politik dan keamanan," tambahnya.
Trump menetapkan tarif sebesar 32% terhadap produk ekspor dari Indonesia. Meski masih dalam masa penangguhan selama 90 hari (kecuali untuk China), AHY menilai hal itu bisa menggerus daya saing ekspor nasional dan memberikan tekanan berat bagi sektor riil.
"Tarif 32% terhadap Indonesia bukan angka yang kecil. Ini berdampak langsung pada perekonomian nasional dan daya saing kita," tegas AHY.
Selain itu, AHY menyebutkan bahwa jika kebijakan Trump berhasil, dunia akan berada di bawah dominasi tunggal AS. Sebaliknya, jika negara-negara bersatu membentuk blok tandingan, lanskap geopolitik internasional akan berubah secara drastis.*
(bs/j006)