JAKARTA -Aksi premanisme yang dilakukan oleh organisasi masyarakat (ormas) di Indonesia dinilai turut berkontribusi terhadap tidak kondusifnya iklim investasi di tanah air.
Banyak investor yang memilih untuk "wait and see" (menunggu) sambil memantau perkembangan kebijakan pemerintah terkait penanganan aksi premanisme yang meresahkan pelaku usaha.
Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, menyampaikan bahwa premanisme yang menggunakan kedok ormas ini menjadi gangguan serius yang harus segera diberantas.
Ia menegaskan, pemerintah memiliki target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 8 persen, dan hal tersebut membutuhkan iklim investasi yang aman dan kondusif.
"Target pertumbuhan ekonomi sampai 8 persen membutuhkan iklim investasi yang kondusif. Gangguan premanisme berkedok Ormas atau organisasi lain bukan hanya merusak iklim investasi di Indonesia, tapi juga merusak reputasi sektor investasi dan industri Indonesia di mata internasional," ujar Eddy dalam keterangan tertulisnya pada Senin (17/3/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Eddy menekankan bahwa dampak negatif dari premanisme tidak hanya bersifat material, tetapi juga berdampak pada penyerapan tenaga kerja.
Ia mengingatkan bahwa setiap tahunnya, perguruan tinggi di Indonesia meluluskan puluhan ribu tenaga kerja yang siap bergabung di pasar kerja.
Namun, akibat gangguan premanisme ini, kesempatan mereka untuk terserap ke dunia industri semakin sempit.
"Kita menghadapi masalah serius apabila para investor memutuskan untuk tidak berinvestasi atau bahkan menarik investasinya dari Indonesia. Jika itu terjadi, kita akan menghadapi gelombang PHK dan pengangguran terdidik yang meningkat," lanjutnya.
Eddy Soeparno juga mengungkapkan bahwa gangguan premanisme berkedok ormas tidak hanya berdampak pada calon investor, tetapi juga pada perusahaan-perusahaan yang telah beroperasi di Indonesia.
Banyak kawasan industri di Indonesia, terutama di Bekasi dan Karawang, yang menghadapi tekanan dari ormas.