JAKARTA -Perwakilan korban investasi bodong robot trading Net89, yang tergabung dalam Perkumpulan Simbiotik Multitalenta Bersatu (Paguyuban SMB), mengadukan nasib mereka ke Komisi III DPR.
Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar pada Kamis (13/3/2025) di gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, para korban meminta agar kasus dugaan penipuan dan penggelapan investasi ini diselesaikan dengan pendekatan restorative justice.
Perwakilan korban, Oni Asaat, menjelaskan bahwa kasus ini telah berlangsung selama tiga tahun tanpa ada kepastian penyelesaian.
Oni mengungkapkan, meskipun para korban telah beberapa kali berkomunikasi dengan pihak Bareskrim dan kejaksaan, mereka belum mendapatkan kejelasan mengenai kelanjutan proses hukum.
"Kami menemui Komisi III dengan alasan bahwa setelah 3 tahun menunggu, tapi proses pembenahan atau penyelesaian perkara ini tidak pernah tuntas," kata Oni.
Karena tidak ada kejelasan, para korban kemudian memutuskan untuk melakukan restorative justice (RJ).
Oni juga menyebutkan bahwa mereka telah menandatangani perjanjian perdamaian (akta van dading) pada 10 Februari 2025 di hadapan notaris, yang kemudian disampaikan kepada Bareskrim dan kejaksaan.
Namun, meskipun sudah ada perjanjian damai, permohonan tersebut tampaknya belum mendapatkan perhatian dari aparat penegak hukum.
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman merespons permohonan tersebut dengan meminta agar aparat penegak hukum, khususnya dari Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung, segera menindaklanjuti permohonan restorative justice ini.
Komisi III DPR juga meminta agar aset yang telah disita dalam kasus ini dijaga dengan baik, nilai aset tidak menyusut, dan penjualannya dilakukan secara transparan serta dikembalikan kepada para korban secara proporsional.
Kasus Net89 sebelumnya juga melibatkan pelimpahan dua tersangka, Erwin Safiul Ibrahim dan Mitchell Alexandra, bersama aset mewah sebagai barang bukti, ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.
Mereka berdua terlibat dalam investasi bodong ini, sementara Andreas Andrianto yang menjadi salah satu otak dari kasus ini masih dalam status buronan (DPO).