JAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah dengan anggaran Rp 71 triliun dalam APBN 2025 mendapat sorotan karena berdampak negatif pada pelaku usaha mikro di kantin-kantin sekolah. Penerapan MBG disebut mengurangi pendapatan mereka hingga 40%.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia, Hermawati Setyorinny, menyoroti perlunya regulasi yang lebih inklusif. “Negatifnya pasti akan berdampak kepada pelaku usaha mikro. Kalau memang berdampak ke kantin, pasti berdampak bagi sekolah yang sudah mendapatkan MBG,” ujarnya, Kamis (16/1/2025).
Hermawati menilai pemerintah perlu melibatkan pedagang kantin dalam program MBG. Saat ini, prosedur menjadi mitra MBG mensyaratkan luas dapur minimal 20×20 meter dan berbadan hukum seperti CV, PT, atau BUMDes, yang memberatkan usaha mikro.
“Apakah mereka mampu mensuplai 10.000 paket? Itu terkait dengan pembayarannya. Pemerintah akan membayar tepat waktu setiap hari? Rasanya agak berat,” tambahnya. Wati, pedagang kantin di SMPN 138 Jakarta, mengaku pendapatannya anjlok dari Rp 700 ribu menjadi Rp 400 ribu sejak MBG berjalan. “Berkurang banget sih. Setelah ada MBG, penghasilan turun drastis,” ungkapnya.
Hal serupa diutarakan Sulis, pedagang kantin lain, yang berharap pemerintah melibatkan usaha kecil. “Kenapa harus vendor besar? Kami siap menyajikan menu bergizi untuk anak-anak,” katanya. Naya, pedagang di SDN Pulogebang 06, mengatakan jumlah konsumennya turun 40%. “Dulu bisa bikin 30 paket nasi goreng, sekarang hanya laku empat,” ujarnya.
Para pedagang mendesak pemerintah membuat regulasi yang memungkinkan mereka ikut berperan dalam MBG demi pemerataan ekonomi dan keberlangsungan usaha mikro.
(christie)