JATENG –Polda Jawa Tengah kini berada di tengah-tengah investigasi mendalam terkait kasus pemerasan yang melibatkan dr. Aulia Risma Lestari, seorang calon dokter spesialis yang sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Universitas Diponegoro. Hasil investigasi yang diterima oleh kepolisian mencakup berbagai bukti penting, termasuk percakapan di ponsel dan dokumen terkait, yang saat ini tengah ditelaah oleh tim penyidik.
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto, mengonfirmasi bahwa bukti yang diterima terdiri dari “bahan hasil investigasi dalam bentuk surat, dokumen, hasil percakapan di HP, dan lainnya,” seperti yang diungkapkannya dalam wawancara dengan kumparan pada Selasa (3/9). Meskipun begitu, Artanto menegaskan bahwa ia belum dapat mengungkapkan rincian isi percakapan antara dr. Aulia dengan rekan-rekannya. Pihak kepolisian masih fokus pada pendalaman bukti-bukti yang ada.
Ketika ditanya apakah ada individu tertentu yang akan diperiksa dalam waktu dekat, Artanto menjelaskan bahwa saat ini pihaknya masih dalam tahap pendalaman lebih lanjut. “Masih dilakukan pendalaman dahulu bahan-bahan hasil tim investigasi,” kata Artanto, menambahkan bahwa proses ini memerlukan waktu untuk memastikan setiap detail dari kasus ini terungkap dengan jelas.
Temuan Kemenkes: Dugaan Pemalakan Mengemuka
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga tengah melakukan investigasi terkait kasus kematian dr. Aulia Risma. Juru bicara Kemenkes, dr. Mohammad Syahril, mengungkapkan bahwa hasil penyelidikan awal menunjukkan adanya dugaan pemalakan yang dilakukan oleh senior dr. Aulia. “Kami menemukan bahwa almarhumah sering dipalak oleh seniornya, dengan jumlah uang yang berkisar antara Rp 20-40 juta per bulan selama periode Juli hingga November 2022,” ujar Syahril saat konferensi pers pada Minggu (1/9).
Menurut Syahril, pemalakan ini terjadi karena dr. Aulia ditunjuk sebagai bendahara angkatan dan bertugas mengumpulkan dana dari teman-teman angkatannya. “Permintaan dana ini terjadi karena tanggung jawabnya sebagai bendahara, yang mengharuskan dia untuk mengumpulkan pungutan dari rekan-rekannya,” jelasnya.
Kemenkes juga menekankan bahwa temuan ini menunjukkan adanya masalah serius dalam sistem pendidikan medis di Indonesia, di mana praktik pemalakan semacam ini dapat mengancam kesejahteraan dan keselamatan calon tenaga medis. Penyelidikan lebih lanjut diharapkan dapat mengungkap lebih banyak detail dan memberikan kejelasan tentang bagaimana sistem ini bisa memperbaiki diri untuk mencegah kasus serupa di masa depan.
Dengan kasus ini masih dalam tahap penyelidikan, baik Polda Jawa Tengah maupun Kemenkes berkomitmen untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban. Masyarakat dan dunia medis menantikan perkembangan lebih lanjut dengan harapan bahwa kasus ini akan membuka jalan bagi reformasi dan peningkatan etika dalam lingkungan pendidikan kedokteran di Indonesia.
(N/014)