NIAS SELATAN – Proyek pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) senilai Rp21 miliar di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan menuai sorotan publik.
Hingga kini, manfaat proyek yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersebut dinilai belum terlihat jelas, terutama bagi fasilitas kesehatan di daerah terpencil.
Sejumlah puskesmas di Nias Selatan dilaporkan masih mengandalkan genset dengan pasokan bahan bakar terbatas untuk menopang operasional alat medis.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Akui “Keteteran” Hadapi K/L: Minta Duit Terus Mereka Kondisi itu memunculkan pertanyaan mengenai efektivitas proyek PLTS yang digadang-gadang sebagai solusi energi berkelanjutan bagi layanan kesehatan.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek PLTS disebut belum mampu memberikan penjelasan rinci terkait progres pemasangan, lokasi unit PLTS yang telah terpasang, maupun dasar perencanaan kebutuhan listrik di masing-masing puskesmas.
Minimnya informasi tersebut memicu dugaan ketidaktepatan alokasi anggaran sekaligus menguatkan tuntutan transparansi dari masyarakat.
Kepala Kejaksaan Negeri Nias Selatan, Edmon Novvery Purba, merespons perhatian publik terhadap proyek tersebut.
Ia menyatakan pihak kejaksaan terbuka untuk melakukan koordinasi dan penelusuran lebih lanjut.
"Terima kasih sudah mau berbagi informasi. Nanti bersama kita coba cari informasi dan telusuri apakah sudah sesuai dan manfaatnya tepat," ujar Edmon saat dimintai tanggapan.
Respons kejaksaan itu dinilai penting untuk memastikan penggunaan anggaran publik berjalan sesuai perencanaan dan memberikan manfaat nyata.
Proyek PLTS, yang seharusnya menopang pelayanan kesehatan dasar, justru dipertanyakan ketika masih ada fasilitas kesehatan yang mengalami keterbatasan listrik.
Pengamat korupsi Abdul Haris Lase mengatakan proyek energi terbarukan berpotensi menjadi solusi jangka panjang bagi daerah dengan akses listrik terbatas.