DENPASAR – Kasus pencurian dengan pemberatan di Shangri-La Hotel Nusa Dua, Bali, memunculkan dugaan pelanggaran prosedur hukum serius.
Alexander Mawo Wale dan Nasarius Roga Liu, dua dari tujuh terdakwa, diduga menjadi korban penahanan sewenang-wenang dalam perkara Pasal 363 KUHP yang tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Denpasar.
Baca Juga: KUHP Baru Berlaku: Pemprov Banten dan Kejati Kolaborasi Jalankan Pidana Kerja Sosial Fakta persidangan mengungkap bahwa tidak ada bukti yang secara langsung mengaitkan kedua terdakwa dengan tindak pidana pencurian.
Jaksa penuntut umum dinilai gagal menghadirkan alat bukti maupun rangkaian peristiwa yang menunjukkan keterlibatan keduanya.
Lebih serius, penahanan Alexander dan Nasarius diduga dilakukan tanpa surat penahanan resmi serta tanpa pemberitahuan kepada keluarga, melanggar hak asasi dan prinsip due process of law.
Keterangan para saksi dari pihak keamanan hotel dan kepolisian justru memperkuat dugaan salah tangkap.
"Jika saksi-saksi menyatakan tidak tahu, maka tidak ada dasar hukum untuk menahan seseorang. Penahanan harus memiliki alur peristiwa dan dasar yang terang," tegas Kuasa Hukum terdakwa, Michael Calvirad, S.H., M.H., LLM, dalam persidangan.
Menurut Michael Calvirad, S.H., M.H., LLM, penahanan Alexander dan Nasarius berlangsung janggal. Keduanya awalnya dipanggil sebagai saksi terhadap lima terdakwa lain pada pertengahan Agustus, namun malah dijadikan terdakwa.
Dugaan rekayasa pembuktian muncul ketika barang bukti yang diajukan jaksa dipatahkan keterangan saksi Thomas Wege. Kabel yang disebut sebagai barang bukti besar, menurut Thomas, sebenarnya berukuran kecil dengan serat halus.