JAKARTA – Pemerintah Indonesia resmi meluncurkan Indeks Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai dokumen resmi negara, menandai langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan terhadap data dan laporan yang selama ini disusun oleh kelompok masyarakat sipil.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai dalam wawancara, Selasa (16/12/2025).
"Selama ini jujur saya sampaikan, civil society-lah yang membantu negara menyiapkan dokumen-dokumen internasional. Statistik pun selama ini dibantu oleh civil society, sehingga kita sebagai pemerintah hampir nyaris tidak pernah punya," ujar Pigai.
Baca Juga: UNDP dan UNICEF Jawab Permintaan Bantuan Aceh, Prabowo Tegaskan: Indonesia Mampu Tangani Bencana Secara Mandiri Pigai menegaskan, laporan dan instrumen HAM yang selama ini digunakan pemerintah untuk kepentingan internasional mayoritas bersumber dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), termasuk ELSAM.
Kondisi ini menimbulkan tantangan serius terkait kemandirian data HAM bagi negara.
"Kalau saya membaca instrumen hak asasi manusia, itu lebih banyak diproduksi oleh civil society, terutama ELSAM. Dokumen ELSAM ikut membantu negara, dan negara menggunakan dokumen ELSAM," jelas Pigai.
Dengan peluncuran Indeks HAM Indonesia, pemerintah kini memiliki dokumen resmi yang kredibel dan menjadi milik negara, hasil kolaborasi antara Kementerian HAM dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Pigai menekankan, langkah ini tidak menghapus peran penting civil society, melainkan akan menguji dan melegalkan kontribusi LSM agar diakui secara formal sebagai dokumen negara.
"Termasuk komentar umum, kovenan, dan konvensi yang selama ini dibantu oleh civil society," tambah Pigai.
Langkah ini diharapkan dapat menjadikan pemerintah produsen data HAM utama, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam berbagai forum internasional, sambil tetap menghargai peran LSM sebagai penyedia data historis dan riset terkait hak asasi manusia.*
(mt/ad)