BALIKPAPAN— PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) menjalin kerja sama strategis dengan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) untuk memperkuat pengamanan aset negara dan kelancaran operasi hulu migas.
Sinergi ini ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara di Balikpapan, Senin (15/12/2025).
PKS tersebut ditandatangani langsung oleh Direktur Utama PHI, Sunaryanto, bersama Kepala Kejati Kaltim, Dr. Supardi, S.H., M.H.
Baca Juga: DPRD Bali Sepakati Raperda Pengendalian Toko Modern dan Alih Fungsi Lahan Produktif Kerja sama ini menjadi landasan bagi kedua institusi dalam menangani berbagai persoalan hukum, khususnya terkait pengelolaan dan perlindungan aset negara berupa lahan di wilayah kerja hulu migas.
Sunaryanto menekankan, pendampingan hukum dari Kejati Kaltim akan memberikan kepastian dalam menjaga aset negara sekaligus meminimalkan potensi sengketa perdata.
"Kerja sama ini menjadi bagian dari upaya kami menjaga kelancaran operasi hulu migas, sekaligus memastikan seluruh aktivitas perusahaan berjalan sesuai regulasi dan terbebas dari risiko hukum," ujar Sunaryanto.
Ia menambahkan bahwa PHI konsisten menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam setiap pengelolaan proyek investasi maupun kegiatan operasional.
Dengan dukungan hukum yang kuat, PHI optimistis kegiatan hulu migas dapat terus memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat, khususnya di Kalimantan Timur.
Sementara itu, Kepala Kejati Kaltim Dr. Supardi menegaskan pihaknya siap memberikan pendampingan hukum secara optimal untuk mendukung program strategis nasional di sektor energi.
"Kami akan memaksimalkan fungsi pendampingan hukum agar aset negara terlindungi dan seluruh program strategis, termasuk di sektor hulu migas, dapat berjalan aman dan memberikan manfaat bagi bangsa dan negara," tegas Supardi.
Kerja sama ini dianggap krusial mengingat tantangan pengelolaan lahan yang dihadapi PHI dan anak perusahaannya.
Sejumlah aset tanah milik negara di wilayah kerja hulu migas masih diduduki oleh masyarakat maupun pihak lain, sehingga berpotensi mengganggu produksi dan menimbulkan risiko hukum.