MEDAN – Kuasa hukum aktivis Tanjungbalai, Rahmadi, menyoroti kejanggalan dalam penanganan dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum polisi dari Ditresnarkoba Polda Sumut.
M. Ronal Siahaan menyayangkan sikap Propam Polda Sumut yang dinilai tidak memberi sanksi tegas terhadap Kompol DK, yang terekam melakukan penyiksaan saat penangkapan Rahmadi.
Ronal menegaskan, sanksi demosi selama tiga tahun yang dijatuhkan kepada Kompol DK tidak sebanding dengan tindakan penganiayaan yang terekam CCTV.
Baca Juga: Unissula Semarang Resmikan Pusat Studi Ilmu Kepolisian, Dorong Sinergi Akademik dan Polri Dalam rekaman, Rahmadi yang dituduh membawa narkoba tampak diinjak, dipukul dengan gagang pistol, hingga mengalami lebam serius.
"Jika pimpinan Propam saja terlibat kasus pemerasan, bagaimana kami bisa percaya laporan kami ditangani secara objektif?" kata Ronal merujuk pada pencopotan Kabid Propam Polda Sumut Kombes Julihan Muntaha dan Kasubbid Paminal Propam Kompol Agustinus Chandra Pietama terkait dugaan pemerasan.
Ronal menekankan, tindakan Kompol DK berpotensi melanggar Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, serta Pasal 17 dan 18 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Perkapolri No. 8 Tahun 2009 pun secara tegas melarang penyiksaan dan kekerasan berlebihan.
Rahmadi sendiri telah divonis lima tahun penjara di Pengadilan Negeri Tanjungbalai. Tim kuasa hukum tengah mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Medan.
Selain penganiayaan, mereka juga mempertanyakan dugaan pencurian uang dari mobile banking Rahmadi oleh oknum polisi yang terlibat.
"Kami mendesak Divpropam Mabes Polri dan Kapolri turun langsung menangani kasus ini. Laporan pelanggaran kode etik sudah diajukan, dan kami berharap pusat mengambil alih kasus yang penuh tanda tanya ini," tutup Ronal.*
(ad)