JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) optimistis praperadilan yang diajukan tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik (e-KTP), Paulus Tannos, akan ditolak Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan keputusan hakim diperkirakan akan merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018, yang mengatur bahwa tersangka yang melarikan diri atau berstatus buron tidak dapat mengajukan praperadilan.
"Kami meyakini hakim praperadilan akan merujuk pada SEMA Nomor 1 Tahun 2018 yang melarang tersangka berstatus buron mengajukan praperadilan," ujar Budi, Sabtu, 29 November.
Baca Juga: BPKP dan KPK Berselisih soal Penghitungan Kerugian Negara Kasus Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP Budi menegaskan, Paulus Tannos hingga kini masih masuk daftar pencarian orang (DPO) dan berada di luar negeri.
Prosedur penetapan DPO telah dilakukan sesuai ketentuan hukum, termasuk pemanggilan berulang sebelum status DPO diterbitkan.
Paulus Tannos, yang ditetapkan sebagai tersangka pengembangan kasus korupsi pengadaan e-KTP pada 13 Agustus 2019, diketahui melarikan diri ke luar negeri dan mengganti identitas menjadi Thian Po Tjhin. Ia masuk DPO KPK sejak 19 Oktober 2021.
Kerugian negara dalam kasus ini mencapai sekitar Rp2,3 triliun.
Paulus kemudian ditangkap di Singapura awal Januari 2025, dan saat ini proses ekstradisi masih berlangsung sesuai perjanjian Indonesia-Singapura.
Praperadilan yang diajukan Paulus Tannos tercatat dengan nomor perkara 143/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL, dan sidang perdana semula dijadwalkan pada Senin, 10 November 2025.
KPK menekankan pihaknya tetap menunggu proses hukum berjalan, memastikan tersangka diproses sesuai aturan yang berlaku.*
(v/um)