MEDAN – PT Angkasa Pura (AP)-II ternyata memiliki piutang hingga Rp 187 miliar lebih, yang diklaim tidak bisa lagi diselesaikan dari mitra usaha. Uang piutang itu sangat berpotensi dikorupsi, dengan modus usulan penghapusan piutang yang diajukan Kantor Cabang (KC) PT AP-II.
Tidak hanya persoalan piutang yang diklaim tidak bisa diselesaikan, di PT AP-II juga ternyata terdapat proyek terindikasi fiktif dengan nilai Rp 1,69 miliar.
Beragam problem keuangan yang berpotensi korupsi dan adanya indikasi proyek fiktif ini, terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Tahun Buku 2021-2022 pada PT AP-II, Anak Perusahan, dan intansi terkait lainnya di Provinsi Banten, Sumut, Jateng dan Kalbar.
Baca Juga: Pj Sekdaprov Sumut Minta OPD Tidak Alergi Pemeriksaan BPK: “Ini Warning untuk Tertib Laporan Keuangan” Dalam LHP BKP Nomor: 58/LHP/XX/11/2024 tertanggal 18 November 2024 itu diuraikan bahwa, dari Rp 187 miliar lebih piutang tersebut, Rp 41,79 miliar di antaranya adalah utang dari 14 perusahaan mitra usaha kepada PT AP-II di KC Bandara Soekarno Hatta (BSH) dan KC Bandar Internasional Kualanamu (KNO).
Dari Rp 41,79 miliar tersebut, Rp 37,6 miliar merupakan utang dari dua perusahaan mitra usaha kepada PT AP-II KC BSH. Kedua perusahaan itu adalah PT TG (HC) dengan besaran utang Rp 37,4 miliar dan RM CM dengan nilai utang Rp 180,2 miliar.
Sementara Rp 4,1 miliar lagi, merupakan utang dari 12 perusahaan mitra usaha kepada PT AP-II KC KNO. Ke 12 perusahaan itu adalah PT CCI dengan sisal utang Rp 120 juta, PT CCG dengan jumlah utang Rp 181 juta, CV KC (Rp 169 juta), CV KCKB (Rp 20 juta), PT AFB (Rp 808 juta), PT HBL (Rp 700 juta), PT LAP (Rp 261 juta), PT RGB (Rp 143 juta), PT TOS (Rp 969 juta), PT KG (Rp 6 juta), CV SAB (Rp 276 juta) dan PT SAL dengan nilai utang Rp 523 juta.
Seluruh perusahaan mitra usaha pengutang ini, dinyatakan berstatus tidak beroperasi lagi. Bahkan meninggalkan asset di lingkungan/area bandar udara (Bandara), baik di KC BSH Cengkareng maupun KC KNO Deliserdang.
Dalam LHP BPK tersebut juga dijelaskan, KC BSH dan KC KNO telah gagal melakukan penagihan piutang tersebut. Setelah mengklaim tidak berhasil melakukan penagihan, akhirnya KC BSH dan KC KNO mengusulkan penghapusan piutang senilai Rp 187 miliar itu ke Kantor Pusat PT AP-II.
Hingga akhir pemeriksaan BPK pada 23 Desember 2023, belum ada penyelesaian piutang tersebut.
MODUS KORUPSI
Pengamat kebijakan publik Ratama Saragih kepada bitvonline.com di Medan, Jumat (28/11/2025), mengkawatirkan usulan untuk penghapusan piutang senilai Rp 187 miliar itu, sebagai modus untuk tindak pidana korupsi.
"Bisa saja utang-utang itu sudah dibayar. Tapi dalam laporan dibuat belum bayar. Lalu, diusulkan untuk dihapus. Modus ini harus diwaspadai. Kejaksaan atau apparat hukum lainnya, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harus bertindak untuk menyelamatkan uang negara ini," tegas Ratama Saragih.