Medan – Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono, tidak bisa memberikan jawaban tegas terkait siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang, Banten. Menurut Trenggono, secara hukum, pihak yang membangun pagar laut tersebut harus mengakui kepemilikan proyek itu.
“Kalau secara yuridis kan itu harus ada yang mengaku,” kata Trenggono dalam acara ROSI yang tayang di KompasTV pada Kamis (23/1). “Karena itu kan propertinya mereka,” imbuhnya. Meski demikian, Trenggono menegaskan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih melakukan penyelidikan terkait siapa yang berada di balik pembangunan pagar laut tersebut.
Sebagai langkah awal, Trenggono menjelaskan bahwa pihak KKP telah memanggil Jaringan Rakyat Pantura (JRP), kelompok yang mengaku membangun pagar laut secara swadaya. “Kami menelusuri dulu, dari media ada yang mengatakan, kelompok nelayan Pantura, itu mereka memasang beramai-ramai, untuk kepentingan mereka secara swadaya,” kata Trenggono. “Ini kita lagi dalami. Mereka sudah kita panggil ke kantor,” lanjutnya.
Namun, sebelum itu, advokat Ahmad Khozinudin, yang sebelumnya menggugat proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2), mengaku telah menyerahkan nama-nama dalang di balik pembangunan pagar laut kepada KKP. Nama-nama tersebut termasuk pendiri Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, dan CEO Salim Group, Anthony Salim. Khozin juga mengklaim bahwa pembangunan pagar laut terkait erat dengan proyek PIK 2.
“Kami sudah datang ke KKP untuk menyampaikan informasi ini, kami sudah kirim surat untuk audiensi, dan memang kami sempat konferensi pers di depan KKP untuk menjelaskan,” kata Khozin. Namun, Khozin menilai pihak KKP justru memanggil JRP, bukan pihak yang disebutkan dalam laporan yang diserahkan kepadanya. “Malah manggil Jaringan Rakyat Pantura, JRP itu. Ini kan buang-buang waktu,” keluh Khozin.
Khozin menegaskan bahwa pagar laut tersebut tidak mungkin dibangun untuk kepentingan nelayan, karena biaya yang dibutuhkan sangat besar. Ia juga menyayangkan sikap pemerintah yang lamban bertindak hingga kasus ini menjadi perbincangan publik.
Pagar laut tersebut pertama kali ditemukan pada 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima laporan mengenai aktivitas pemagaran laut. Pihak KKP bersama TNI AL telah melakukan pembongkaran sesuai perintah Presiden Prabowo Subianto, namun hingga kini belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut tersebut.
(christie/trbn)