JAKARTA - Konsorsium Jurnalisme Aman yang terdiri dari Yayasan Tifa, HRWG, dan PPMN, mengecam keras aksi teror yang dilakukan terhadap jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica). Pada Rabu, 20 Maret 2025, Cica menerima paket berisi kepala babi yang dikirimkan ke kantor Tempo, yang jelas merupakan bentuk intimidasi terhadap jurnalis tersebut.
Cica merupakan salah satu host dari siniar "Bocor Alus Politik". Paket tersebut baru ia buka pada Kamis sore, 20 Maret 2025. Sebelumnya, rekan satu programnya, Hussein Abri Dongoran, juga mengalami intimidasi yang diduga terkait dengan pekerjaannya sebagai jurnalis, termasuk dua kali perusakan kendaraan oleh orang tak dikenal pada tahun 2024.
Temuan ini semakin memperburuk situasi bagi kebebasan pers di Indonesia, yang kini menempati peringkat 111 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia.
Angka ini menurun tiga peringkat dibandingkan tahun sebelumnya, mencerminkan kemunduran yang mengkhawatirkan terkait perlindungan jurnalis dan kebebasan pers di tanah air.
"Pemerintah harus menjamin kebebasan pers dan keselamatan jurnalis di Indonesia," tegas Direktur Eksekutif Yayasan Tifa Oslan Purba. Begitu pula dengan Direktur Eksekutif PPMN Fransisca Ria Susanti yang menyatakan bahwa jika tindakan teror seperti ini dibiarkan, maka ketakutan di kalangan jurnalis dan masyarakat bisa menjadi hal yang lebih buruk.
"Tidak ada ruang untuk intimidasi terhadap kebebasan pers yang dilindungi undang-undang," tambahnya.
Konsorsium Jurnalisme Aman menilai pengiriman kepala babi tanpa pesan tertulis tersebut, meskipun secara fisik tidak dilengkapi dengan ancaman tertulis, jelas merupakan simbol untuk menakut-nakuti media dan jurnalis yang kritis terhadap kekuasaan.
Teror ini sangat mengancam kebebasan berekspresi dan mendukung narasi negara yang otoriter.
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999, kemerdekaan pers adalah wujud dari kedaulatan rakyat, yang harus dijaga dalam prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Setiap bentuk ancaman terhadap kebebasan pers merusak kehidupan demokrasi itu sendiri.
Konsorsium Jurnalisme Aman mendesak agar aparat penegak hukum segera mengusut tuntas kasus ini, mengungkap pelaku dan aktor intelektual di balik teror tersebut.
Selain itu, mereka meminta agar pemerintah memberikan perlindungan maksimal terhadap jurnalis sesuai dengan Undang-Undang Pers, dengan Dewan Pers memainkan peran aktif dalam memastikan perlindungan yang substansial.
Solidaritas dari seluruh elemen masyarakat diperlukan untuk menentang segala bentuk intimidasi terhadap jurnalis, serta untuk terus mendukung kebebasan pers.