JAKARTA -Mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Prasetyo Boeditjahjono didakwa menerima suap senilai Rp2,6 miliar terkait dengan kasus korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa.
Kasus ini melibatkan sejumlah pejabat tinggi Kemenhub serta perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pekerjaan konstruksi tersebut.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lina Mahani Harahap menyebutkan bahwa uang sebesar Rp2,6 miliar diterima oleh Prasetyo dari beberapa pihak, termasuk penerima manfaat PT Wahana Tunggal Jaya, Andreas Kertopati Handoko, dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Akhmad Afif Setiawan.
Uang tersebut diberikan melalui sopir Prasetyo sejumlah Rp1,4 miliar dan melalui ajudan Prasetyo, Rian Sestianto, sejumlah Rp1,2 miliar.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, JPU mengungkapkan bahwa perbuatan Prasetyo dan terdakwa lainnya telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,16 triliun.
Kasus ini berawal dari perintah Prasetyo kepada Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Nur Setiawan Sidik, untuk mengusulkan proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa, meskipun berbagai persyaratan proyek belum terpenuhi.
Sejumlah persyaratan yang tidak dipenuhi termasuk hasil peninjauan desain yang belum diserahkan, persetujuan dari Direktur Prasarana Perkeretaapian, serta dokumen-dokumen lainnya yang menjadi syarat wajib proyek tersebut.
Selain itu, proyek ini juga tidak tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun Anggaran 2017.
Prasetyo bersama dengan sejumlah pejabat lainnya, termasuk Nur Setiawan, Akhmad Afif, dan Rieki Meidi Yuwana, diduga mengatur pemenang lelang proyek tersebut dengan cara memberikan informasi terkait metode kerja kepada calon pemenang serta memasukkan persyaratan yang hanya dapat dipenuhi oleh perusahaan tertentu.
PT Mitra Kerja Prasarana (MKP) yang dimiliki oleh Freddy Gondowardojo, salah satu penerima manfaat, diduga menjadi salah satu perusahaan yang diuntungkan.
Sebagai bentuk "biaya komitmen" atas dimenangkannya beberapa perusahaan dalam proyek tersebut, Prasetyo dan sejumlah pejabat lainnya menerima pemberian uang, barang, dan fasilitas dari Freddy dan Arista.