JAKARTA -Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan modus operandi dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Kasus ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun, menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar.
Dalam keterangannya pada Senin (24/2/2025), Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka terkait kasus ini. Mereka adalah RS (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga), SDS (Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional), YF (PT Pertamina International Shipping), AP (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional), MKAN (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa), DW (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa), dan GRJ (Komisaris PT Jenggala Maritim).
Qohar menjelaskan bahwa kerugian negara berasal dari beberapa komponen, antara lain kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker, serta kerugian dari pemberian kompensasi dan subsidi. Kejagung mengungkapkan bahwa pemenuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri, namun tersangka justru melakukan pengondisian yang menyebabkan produksi kilang sengaja diturunkan.
Dengan cara ini, produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri dilakukan melalui impor yang harga pembeliannya lebih tinggi dari harga produksi minyak dalam negeri.