JAKARTA -Dua orang polisi yang terlibat dalam kasus pemerasan penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024, yakni DF dan S, mengajukan banding atas hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP). Sidang KKEP sebelumnya menjatuhkan hukuman demosi selama 8 tahun kepada mereka setelah dinyatakan terbukti melanggar etik.
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengonfirmasi bahwa kedua oknum polisi tersebut mengajukan banding atas keputusan sidang KKEP. “Mereka ajukan banding,” ujar Trunoyudo dalam keteranganny ,Jumat (3/1).
DF yang diduga merupakan Kompol Dzul Fadlan, mantan Kepala Unit (Kanit) Kanit 5 Subdit 2 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, bersama S, yang diduga adalah Iptu Syaharuddin, mantan Panit 1 Unit 2 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, terlibat dalam pemerasan terhadap para penonton DWP yang diamankan pada saat acara tersebut.
Sidang etik terhadap keduanya digelar pada Kamis (2/1/2024) kemarin. Trunoyudo menyebutkan bahwa sidang dilakukan secara terpisah dengan Majelis KKEP yang berbeda. Sidang pertama dihadiri oleh Irjen Yan Sultra Indrawijaya sebagai Ketua Sidang Komisi, di mana 8 orang saksi turut diperiksa.
Dalam hasil pemeriksaan, keduanya terbukti memeras penonton DWP yang diamankan oleh pihak kepolisian. “Pada saat pemeriksaan terhadap orang yang diamankan, mereka telah melakukan permintaan uang sebagai imbalan dalam pembebasan/pelepasannya,” jelas Trunoyudo.
Selain hukuman demosi selama 8 tahun, kedua pelanggar juga dijatuhi hukuman penempatan khusus, yakni selama 30 hari untuk DF dan 20 hari untuk S. “Mutasi bersifat demosi selama 8 tahun di luar fungsi penegakan hukum,” tambah Trunoyudo.
Sebagai bagian dari hukuman, DF dan S diwajibkan mengikuti pembinaan mental, kepribadian, kejiwaan, keagamaan, dan pengetahuan profesi selama satu bulan. Trunoyudo menjelaskan bahwa sanksi yang diberikan disesuaikan dengan peran dan perbuatan masing-masing pelanggar.
“Dari hasil pemeriksaan sudah diklasifikasikan peran dari masing-masing pelanggar. Tentunya sanksi diberikan secara proporsional sesuai peran dan wujud perbuatan masing-masing pelanggaran,” kata Trunoyudo.
(N/014)