JAKARTA – Mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina, Galaila Karen Agustiawan, menghadapi dakwaan atas dugaan korupsi terkait pembelian liquefied natural gas (LNG) yang diduga merugikan negara hingga USD 113 juta. Dakwaan tersebut dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, pada Senin (12/2/2024). Selain dituduh merugikan negara dalam jumlah yang besar, Karen juga didakwa memperkaya diri sendiri dengan lebih dari Rp 1 miliar.
Menurut hasil investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada 29 Desember 2024, Karen disebut memberikan persetujuan untuk pengembangan LNG di Amerika Serikat tanpa adanya pedoman yang jelas. Karen hanya memberikan izin prinsip tanpa dasar justifikasi analisis secara ekonomis dan analisis resiko yang memadai.
Karen Agustiawan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dia juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus yang sama.
KPK menduga perbuatan Karen mengakibatkan kerugian negara hingga mencapai Rp 2,1 triliun. Karen telah ditahan oleh KPK sejak 19 September dan sejak itu menghadapi proses hukum yang berkepanjangan.
Permasalahan ini bermula dari rencana pengadaan LNG oleh Pertamina pada tahun 2012 untuk mengatasi defisit gas di Indonesia. Karen, yang menjabat sebagai Dirut PT Pertamina periode 2009-2014, mengusulkan kerja sama dengan sejumlah produsen dan supplier LNG di luar negeri, termasuk perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) dari Amerika Serikat.
KPK menduga Karen mengambil keputusan secara sepihak tanpa melakukan kajian menyeluruh dan tidak melaporkan keputusannya kepada Komisaris Pertamina atau mendapatkan restu dari pemerintah sebagai pemegang saham. Karen sendiri membantah tudingan tersebut dan menyatakan bahwa pembelian LNG itu juga diketahui oleh pemerintah.
Kasus ini menyoroti pentingnya tata kelola perusahaan yang transparan dan akuntabel serta menunjukkan betapa pentingnya penegakan hukum dalam menangani kasus korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.
(A/08)