JAKARTA — Pertumbuhan kredit perbankan di Indonesia tercatat masih lesu hingga November 2025.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengungkapkan perilaku pelaku usaha yang cenderung "wait and see" menjadi salah satu penyebab permintaan kredit belum kuat.
Berdasarkan data BI, pertumbuhan kredit pada November 2025 tercatat 7,74% secara tahunan (yoy), sedikit meningkat dibandingkan Oktober 2025 yang sebesar 7,36% (yoy).
Baca Juga: Bupati Simalungun: Paritrana Award Jadi Pemicu Tingkatkan Perlindungan Pekerja Perry menilai permintaan kredit masih terhambat oleh optimalisasi pembiayaan internal korporasi serta penurunan suku bunga kredit yang masih lambat.
"Permintaan kredit terindikasi belum kuat dipengaruhi oleh perilaku wait and see dari pelaku usaha, optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, serta penurunan suku bunga kredit yang masih lambat," ujar Perry dalam konferensi pers virtual, Rabu (17/12/2025).
BI mencatat, penurunan suku bunga kredit perbankan pada 2025 baru turun 24 basis poin, dari 9,20% menjadi 8,96% pada November 2025.
Kondisi ini dinilai masih perlu didorong agar pelonggaran kebijakan moneter BI bisa lebih efektif menstimulasi pertumbuhan kredit.
Selain itu, fasilitas pinjaman yang belum dicairkan (undisbursed loan) mencapai Rp 2.509,4 triliun atau 23,18% dari plafon kredit yang tersedia.
Sementara dari sisi penawaran, kapasitas pembiayaan perbankan tetap memadai, ditopang oleh rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang meningkat menjadi 29,67% dan pertumbuhan DPK sebesar 12,03% (yoy).
Perry menambahkan, persyaratan pemberian kredit (lending requirement) secara umum mulai longgar, kecuali pada segmen kredit konsumsi dan UMKM karena peningkatan risiko kredit.
Pertumbuhan kredit UMKM tercatat terkontraksi sebesar 0,64% (yoy) pada November 2025.
"BI memperkirakan pertumbuhan kredit 2025 berada pada batas bawah kisaran 8-11% (yoy) dan akan meningkat pada 2026.