MEDAN – Penurunan inflasi Sumatera Utara (Sumut) menjadi 3,96 persen pada November 2025 dari 4,97 persen pada Oktober dinilai sebagai cerminan kinerja kepala daerah dalam menjaga stabilitas harga.
Hal ini disampaikan Pengamat Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU), Wahyu Ario Pratomo, Senin (8/12/2025) di Kantor Gubernur Sumut, Medan.
Menurut Wahyu, tren penurunan inflasi mencerminkan efektivitas intervensi pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan pemangku kepentingan lainnya.
Baca Juga: Ekonomi Sumut Tumbuh 4,55 Persen, Wagub Surya Sebut Hilirisasi Jadi Kunci Masa Depan Salah satunya adalah langkah mendatangkan 50 ton cabai merah dari Jember, Jawa Timur, yang berhasil menekan lonjakan harga.
"Inflasi yang tadinya 5,32 persen pada September 2025 kemudian turun. Ini intervensi yang pintar," ujar Wahyu.
Inflasi di Sumut, kata Wahyu, sangat dipengaruhi harga komoditas strategis seperti cabai merah, bawang merah, beras, dan ayam ras.
Kurangnya produksi dan infrastruktur distribusi yang belum optimal juga memicu biaya logistik tinggi sehingga berdampak pada inflasi.
"Inflasi juga sebagai ukuran kinerja kepala daerah," tegas Dosen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU ini.
Kepala Biro Perekonomian Setdaprovsu, Poppy Marulita Hutagalung, menjelaskan bahwa Pemprov Sumut menerapkan strategi 4K: Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif, sebagaimana tercantum dalam Peta Jalan Pengendalian Inflasi Daerah Sumut 2025–2027.
Beberapa langkah yang telah dijalankan meliputi:- Operasi pasar dan sidak pasar/gudang distributor- Gerakan pangan murah- Pembentukan toko pantau inflasi- Perluasan Rumah Pangan Kita (RPK)- Kajian pengendalian inflasi
Selain itu, gerakan tanam dan panen serentak, penguatan infrastruktur, serta peningkatan kerja sama antar daerah terus digencarkan.
Peran BUMN/BUMD, UMKM, dan koperasi juga diperkuat dalam tata niaga pangan strategis.