JAKARTA – Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, meminta Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mempertimbangkan secara matang rencana pembekuan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Ia menilai keputusan ekstrem seperti itu harus diukur secara cermat karena menyangkut stabilitas fiskal dan keberlangsungan ribuan pegawai.
"Kalau menterinya mengambil keputusan itu, tolong dipertimbangkan dengan baik untung dan ruginya," ujar Misbakhun seusai menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta, Jumat, 28 November 2025.
Baca Juga: Anggaran Penanganan Banjir Sumatera: Pemda Lebih Dulu Gunakan Dana Sendiri, Pusat Belum Terima Permintaan Tambahan Purbaya sebelumnya melontarkan ultimatum keras kepada jajaran DJBC setelah dugaan penyimpangan kembali mencuat.
Ia menyatakan akan memberi waktu satu tahun bagi institusi tersebut untuk berbenah atau menghadapi opsi pembekuan, bahkan mengganti peran Bea Cukai dengan SGS seperti era Orde Baru.
Menurut Misbakhun, langkah pembenahan internal semestinya tetap diberikan ruang agar pegawai yang masih bekerja dengan integritas dapat menjadi motor perubahan.
"Manfaatkan waktu satu tahun itu sebaik mungkin, ikuti arahannya. Jangan sampai ancaman itu terwujud," katanya.
Ia meyakini masih banyak pegawai DJBC yang jujur dan mampu memperbaiki citra lembaga yang selama ini kerap diguncang kasus penyimpangan oleh oknum lapangan.
Namun, Misbakhun menegaskan bahwa keputusan akhir berada sepenuhnya di tangan Menteri Keuangan, karena DJBC berada dalam kendali langsung Kemenkeu.
"Kita harus tahu kepada siapa kita patuh. Bea Cukai berada dalam kewenangan penuh Menteri Keuangan," ujarnya.
Dalam rapat bersama Komisi XI sebelumnya, Purbaya menegaskan bahwa ia memikul tanggung jawab langsung kepada Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan reformasi di DJBC berjalan dalam 12 bulan ke depan.
Jika gagal, ia menyebut sebanyak 16.000 pegawai terancam kehilangan pekerjaan.*