MEDAN — Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri Indonesia pada kuartal III 2025 sebesar US$424,4 miliar, menurun dibanding kuartal II 2025 yang mencapai US$432,3 miliar.
Secara tahunan, utang luar negeri Indonesia terkontraksi 0,6% (yoy), berbeda dari pertumbuhan 6,4% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan utang luar negeri sektor publik dan kontraksi utang luar negeri sektor swasta.
Baca Juga: Dajjal dan Misteri Akhir Zaman: Apakah Tersembunyi di Pulau Socotra? Utang luar negeri pemerintah pada kuartal III tercatat US$210,1 miliar, tumbuh 2,9% secara tahunan, lebih rendah dibanding pertumbuhan 10% (yoy) pada triwulan II 2025.
Perlambatan ini dipicu oleh kontraksi aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik akibat ketidakpastian pasar keuangan global.
BI menekankan bahwa utang luar negeri pemerintah dikelola secara cermat dan akuntabel, diarahkan untuk mendukung pembiayaan program prioritas yang mendorong keberlanjutan ekonomi nasional.
Sektor penggunaan utang pemerintah terbesar meliputi:- Jasa kesehatan dan kegiatan sosial: 23,1%- Administrasi pemerintahan, pertahanan, jaminan sosial wajib: 20,7%- Jasa pendidikan: 17,0%- Konstruksi: 10,7%- Transportasi dan pergudangan: 8,2%- Jasa keuangan dan asuransi: 7,5%
Dominasi utang pemerintah berupa utang jangka panjang, mencapai 99,9% dari total utang pemerintah.
Utang luar negeri sektor swasta tercatat US$191,3 miliar, menurun dari US$193,9 miliar pada kuartal II 2025.
Secara tahunan, utang luar negeri swasta terkontraksi 1,9% (yoy), lebih dalam dibanding kontraksi 0,2% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Kontraksi ini terjadi pada lembaga keuangan (-3% yoy) dan perusahaan non-lembaga keuangan (-1,7% yoy).
Sektor swasta dengan utang terbesar mencakup industri pengolahan, jasa keuangan & asuransi, pengadaan listrik & gas, serta pertambangan & penggalian, yang menyumbang sekitar 81% dari total utang luar negeri swasta.