JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Keuangan tengah menyiapkan kebijakan redenominasi rupiah, yakni penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengubah daya beli masyarakat.
Rencana ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029.
Baca Juga: Sidak Harga Beras, Satgas Pangan Polda Bali Pantau Ketersediaan dan HET di Pasar Kebijakan redenominasi akan diatur melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah, yang ditargetkan rampung pada 2026 atau 2027.
Penanggung jawab utama penyusunannya adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kemenkeu.
"RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada 2027," tulis keterangan PMK tersebut, dikutip pada Sabtu, 8 November 2025.
Kemenkeu menyebut, pembentukan regulasi ini penting untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, memperkuat daya beli masyarakat, menjaga stabilitas keuangan nasional, dan meneguhkan kredibilitas rupiah di mata global.
Selain RUU Redenominasi, Kemenkeu juga mengajukan tiga rancangan undang-undang lain, yaitu RUU Perlelangan (target 2026), RUU Pengelolaan Kekayaan Negara (target 2026), dan RUU Penilai (target 2025).
"Dalam rangka mencapai sasaran strategis Kemenkeu, diusulkan empat RUU bidang keuangan negara dalam program legislasi nasional jangka menengah 2025–2029," demikian isi beleid tersebut.
Gagasan redenominasi bukan hal baru. Kebijakan serupa pernah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020–2024, namun belum terealisasi.
Bahkan, pada 2013, Kementerian Keuangan sempat mempublikasikan contoh desain uang redenominasi: warna uang tetap sama, tetapi nominalnya dipangkas tiga angka nol, misalnya Rp 1.000 menjadi Rp 1, dan Rp 100.000 menjadi Rp 100.
Menurut Bank Indonesia (BI), redenominasi berbeda dengan sanering.