Jakarta – Kabar pemecatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) secara sepihak di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) telah menghebohkan masyarakat dan memicu aksi unjuk rasa ratusan ASN di kantor kementerian tersebut. Aksi ini terjadi setelah sejumlah pegawai merasa dirugikan akibat pemecatan yang mereka anggap tidak jelas dan tidak adil.
Kepala Biro Data, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Mohammad Averrouce, mengonfirmasi bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan lengkap terkait masalah ini. Namun, ia menekankan bahwa pemberhentian ASN diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang memberikan kewenangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk melakukan pengangkatan, pembinaan, dan pemberhentian ASN.
“Saya kira sesuai UU ASN, kewenangan berada di PPK Kemendiktisaintek untuk proses pengangkatan, pembinaan, dan pemberhentian ASN,” kata Averrouce, Senin (20/1/2025). Meski demikian, Averrouce menjelaskan bahwa proses pemberhentian ASN harus mengikuti mekanisme yang sudah diatur dalam UU ASN, yang menjamin adanya alasan yang jelas dalam setiap keputusan pemberhentian.
Pemberhentian ASN tidak dapat dilakukan tanpa alasan yang sah, seperti pelanggaran disiplin atau kinerja yang buruk. “Proses pemberhentian sebagai ASN terdapat mekanisme dalam UU ASN termasuk terkait disiplin ASN tidak bisa tanpa alasan,” tegas Averrouce.
UU ASN menyebutkan bahwa pemberhentian ASN dapat dilakukan dengan berbagai alasan, termasuk tidak cakap jasmani dan/atau rohani, kinerja yang tidak memadai, pelanggaran disiplin berat, hingga tindak pidana yang dijatuhi hukuman penjara lebih dari dua tahun. “Pejabat Pembina Kepegawaian wajib melaksanakan Sistem Merit dalam pelaksanaan kewenangannya,” tambah Averrouce, mengacu pada Pasal 29 Ayat 2 UU ASN yang mewajibkan pejabat untuk menjaga prinsip meritokrasi dalam setiap keputusan yang diambil.
(christie)